Pemikiran Ibn al-Haytham

Pemikiran Ibn al-Haytham

 


          Ibn al-Haytham dilahirkan di Basrah pada tahun 354 H bertepatan dengan 965M. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah. Setelah itu beliau mengabdi menjadi pegawai pemerintah di daerah kelahirannya. Setelah beberapa lama berbakti kepada pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau melanjutkan Pendidikan dan mencurahkan perhatian pada penulisan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang tambahan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas al-Azhar. Usaha itu membuahkan hasil, beliau menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengembangan sains di Barat.

          Ibn al-Haytham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger Bacon, dan Kepler, pencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.

          Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, antara lain Light on Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan banyak lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Beberapa percobaan dilakukan oleh Ibn al-Haytham, di antaranya percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia dan prinsipnya tetap diadopsi oleh ilmuwan-ilmuwan setelahnya.

Demikian pula dengan prinsip padu udara yang ternyata lebih menakjubkan, Ibn al-Haytham telah menemukan dan memperkenalkannya jauh sebelum seorang ilmuwan yang bernama Tricella yang mengetahui masalah itu 500 tahun kemudian. Ibn al-Haytham juga disinyalir telah menyampaikan keberadaan gaya tarik bumi atau gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibn al-Haytham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilhan kepada ilmuwan Barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudian disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini.

          Ibn al-Haytham meninggal di Kairo, Mesir, sekitar tahun 1040 M. Karena pengamatannya yang mendalam pada bidang optika, konsep-konsepnya menjadi dasar ilmu optika. Selain itu, dia mengantarkan optika pada kemajuan pesat masa kini. Dengan demikian, Ibn al-Haytham mendapat julukan sebagai “Bapak Optika Modern.”[1]

1. Teori Penglihatan (Optik)

Dengan menggunakan kaedah matematika dan fisika modern yang baik, beliau dapat membuat eksperimen yang teliti. Ibnu al-Haytham telah meletakkan prinsip-prinsip optik pada asas yang kokoh. Beliau menggabungkan teori dan eksperimen dalam penelitiannya. Dalam penyelidikannya, beliau telah mengkaji gerakan cahaya, ciri-ciri bayang dan gambar, serta banyak lagi fenomena optik yang penting. Beliau menolak teori Ptolomy dan Euclid yang mengatakan bahwa manusia melihat benda melalui pancaran cahaya yang keluar dari matanya. Tetapi menurut Ibnu al-Haytham, bukan mata yang memberikan cahaya tetapi benda yang dilihat itulah yang memantulkan cahaya ke mata manusia.

2. Cermin Kanta Cekung dan Kanta Cembung

Ibnu al-Haytham telah menggunakan mesin lathe (larik) untuk membuat cermin kanta cekung dan kanta cembung untuk penyelidikannya. Dengan ini beliau telah mengkaji tentang cermin sfera dan cermin parabolik. Beliau mengkaji aberasi sferis dan memahami bahwa dalam cermin parabola ke semua cahaya dapat tertumpu pada satu titik.

3. Teori Biasan Cahaya

Teori ini agak mengagumkan, beliau telah menggunakan segi empat roadmap pada permukaan biasan beberapa abad sebelum Isaac Newton memperkenalkannya di dunia Barat. Beliau juga percaya kepada prinsip masa tersingkat bagi rentasan cahaya (prinsip fermat).[2]

4. Karya Ibnu Haytham tentang Optik

Ibn Haytham merupakan seorang sarjana muslim yang terkenal di dunia Islam dan juga terkenal di kalangan sarjana Barat, yang dikenal di sana dengan nama Alhazen (965-1039 M). Karya-karyanya tidak kurang dari dua ratus buah, yang meliputi matematika, fisika, astronomi, kedokteran dan optik, serta karyakarya terjemahan atau komentar atas karya filsafat Aristoteles dan Galen. Karya monomentalnya adalah di bidang optik, yaitu al-Manāir, yang membahas mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan mata. Karya tersebut merupakan refleksi dari kinerja eksperimental yang sudah dibangunnya. Kinerja ilmiah yang sudah dibangun oleh beliau ditransfer oleh Roger Bacon, yang dipandang di Barat sebagai bapak dari metode eksperimental. Al-Manāir ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Opticae Thesaurus, dan diterbitkan di Barat pada abad ke-16, dan karya ini juga amat berpengaruh terhadap Kepler di bidang optik.

Al-Manāir adalah satu dari karya Ibn al-Haytham yang teragung tentang bidang kajian optik dan buku tersebut pernah menjadi rujukan bagi para ahli kajian optik setelahnya. Karya ini diterjemahkan oleh Witelo pada tahun 1270 M dan kemudian diterbitkan oleh F. Risner pada tahun 1572M dengan nama Thesaurus Opticae.[3]

Dalam literatur lain dijumpai bahwa kitab al-Manāir telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Opticae Thesaurus Alhazeni Arabis, yang disebarkan oleh Fried Risner pada tahun 1572 dengan libri septem nunc primum editi.[4]

5. Relevansi Teori Ibn al-Haytham dengan Sains Masa Kini

Pemikiran Ibn al-Haytham mengenai optik telah banyak memberikan pengaruh kepada ilmuwan-ilmuwan Barat, hal ini terjadi setelah diterjemahkannya karya-karya Ibn al-Haytham ke dalam bahasa Latin. Pada abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214-1294 M), menulis tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca. “Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelemahan pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar,” jelas Roger Bacon.

Beberapa sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu pengetahuannya dari Ibn al-Haytham. Bacon terpengaruh dengan kitab yang ditulis al-Haytham berjudul Kitab al-Manāir.[5] David L. Shenkenberg menulis sebuah artikel yang berjudul, “Before Newton, there was Alhazen”.

Jika dibaca semua karya Alhazen, Roger Bacon dari abad ke-14 dan Sir Isaac Newton, mungkin disadari bahwa banyak hal yang dikaitkan dengan Sir Isaac Newton ternyata adalah milik Alhazen. Paradigma dari dua peradaban, yang timbul dari politik Perang Salib, menghapuskan nama Alhazen atas penghargaan ini. Sekaranglah saat yang tepat untuk memulai studi tentang karya-karya mereka yang hebat ini, yang saling melengkapi untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang sejarah ilmu pengetahuan. Alhazen juga menjelaskan pembiasan dan dispersi cahaya ke dalam beberapa komponen warna. Gagasan ini juga pernah dicetuskan oleh Isaac Newton. "Tentu saja di bidang optik, Newton sendiri hidup 700 tahun setelahnya," kata Jim al-Khalili, seorang profesor fisika di University of Surrey di Inggris. Peraih nobel dalam bidang fisika, Dr. Abdus Salam juga menulis:

"Ibn al-Haytham (Alhazen, 965-1039 M) adalah salah satu fisikawan terbaik sepanjang masa. Dia melakukan kontribusi eksperimental dari tingkat tertinggi di bidang optik. Dia mengungkapkan bahwa seberkas cahaya, dalam melewati media, mengambil jalan yang lebih mudah dan 'lebih cepat'. Dalam hal ini ia mengadaptasi Prinsip Fermat. Dia juga menyatakan hukum inersia, yang akhirnya menjadi hukum pertama Newton tentang gerak.”

6. Ibn al-Haytham Membawa Pengaruh ke Dunia Barat

Ibnu al-Haytham adalah ilmuwan muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. Menurut Howard R Turner, dalam karyanya “Science in Medieval Islam”, sebagaimana dikutip oleh Fauziah, dalam Kompasiana[6], ilmu optik merupakan penemuan yang paling orisinil dan penting dalam sejarah Islam.

Sigrid Hunke menjelaskan, al-asan bin al-Haytham adalah salah seorang ilmuwan Arab yang mengajar di dunia Barat serta paling banyak berperan dan berpengaruh. Dia seorang yang brilian dan pengaruh keilmuwannya di negara Barat luar biasa. Teori-teorinya di dua bidang disiplin ilmu kimia dan ilmu optic (Opus Mains), telah mewarnai ilmu-ilmu pengetahuan di Eropa sampai sekarang ini. Berpijak dari dasar-dasar dalam kitab al-Manāir karya Ibnu al-Haytham, setiap yang berkaitan dengan ilmu optik mulai berkembang, berawal dari Inggris (Ruggero Bacone) sampai di Jerman (Witelo). Adapun Leonardo da Vinci, seorang ilmuwan berkebangsaan Italia yang menemukan alat (foto rontgen) atau penggelap, penemu semprotan air, mesin bubut, dan manusia pertama yang dapat terbang –menurut klaimnya– maka secara tidak langsung dia telah dipengaruhi oleh kaum Muslimin dan banyak terinspirasi oleh pemikiranpemikiran al-Haytham. Tatkala Kepler dari Jerman sekitar abad ke-16 meneliti hukum-hukum yang digunakan sandaran Galileo untuk melihat bintang yang tidak terlihat melalui teropong besar, maka nama besar Ibnu al-Haytham senantiasa membayang-bayangi di belakangnya. Bahkan sampai masa kita sekarang ini, masalah fisika dan matematika yang sangat sulit ini berhasil dipecahkan oleh Ibnu al-Haytham melalui pantulan benda segi empat, yang menjelaskan tentang betapa cemerlang dan cermatnya Ibnu al-Haytham dalam bidang ilmu Aljabar. Kita katakan bahwa permasalahan seputar letak titik focus yang dipantulkan cermin yang terkena cahaya menyebar di daerah jarak pantulnya senantiasa disebut masalah “Haythamiyah”, dinisbatkan kepada Ibnu al-Haytham sendiri.

Menurut Sigrid Huke pula, orang-orang muslim Arab telah mengembangkan bahan-bahan mentah yang diperoleh dari Yunani (Greek) dengan uji coba dan penelitian ilmiah, kemudian memformulasikannya dalam bentuk yang sama sekali baru. Sesungguhnya Ilmuwan muslim Arab dalam kenyataannya sendiri adalah pembuat metodologi penelitian ilmiah yang benar dengan didasarkan pada uji coba. Sesungguhnya kaum muslimin Arab bukan hanya menyelamatkan peradaban bangsa Yunani dari kepunahan, menyusun dan mengklasifikasikannya, kemudian menghadiahkan begitu saja kepada Barat. Sebenarnya pula, kaum muslimin merupakan peletak dasar berbagai macam metodologi uji coba dalam berbagai bidang, seperti fisika, kimia, psikologi, dan matematika. Di samping itu, masih banyak lagi penemuan-penemuan yang tidak terhitung jumlahnya. Namun sayang sekali, semua itu kebanyakan “telah dicuri” dan dinisbahkan kepada orang lain. Ilmuwan muslim Arab telah menyuguhkan hadiah yang paling mahal, yakni metodologi penelitian ilmiah yang benar, yang membuka jalan bagi bangsa Barat mengetahu rahasia alam dan menguasai apa yang mereka temukan sekarang ini.[7]

7. Pengembangan Optik Geometri

Albrecht Heeffer dalam karyanya Kepler’s Near Discovery of the Sine Law: A Qualitative Computational Model menyatakan, “Ia (al-Haytham) adalah orang pertama yang mengurangi refleksi dan pembelokan sinar cahaya ke komponen vertikal dan horisontal yang mendasar dalam pengembangan optik geometri.” Menurutnya, al-Haytham juga menemukan teori yang mirip dengan hukum sinus Snell, yang dikemukakan juga oleh AI Sabra dalam karyanya Theories of Light from Descartes to Newton.

Menurut KB Wolf dalam karyanya “Geometry and dynamics in refracting systems”, pemikiran Ibn al-Haytham dalam Buku Optik tak seperti ilmuwan kontemporer. J Wade dan Finger, menegaskan, Ibn al-Haytham sangat dihargai dan dihormati berkat penemuan kamera obscura dan kamera pinhole. Ilmuwan hebat ini juga menulis pembiasan cahaya, terutama pada pembiasan atmospheric, penyebab pagi dan senja sore.

Pemikiran-pemikiran penting yang diungkap oleh Ibn al-Haytham, antara lain tentang proses penglihatan, bagian-bagian mata, catoptrics dan dioptrics, pembiasan cahaya, cermin, dan lensa. Salah satu konsep dasar optika yang berhasil diungkap oleh Ibn al-Haytham adalah tentang proses penglihatan. Penjelasan ilmiah tentang proses penglihatan yang dikemukakan Ibn alHaytham adalah bahwa suatu objek bisa tampak atau terlihat oleh mata karena adanya sinar-sinar yang dipancarkan dari objek tersebut ke mata. Sinar-sinar tersebut difokuskan atau dibiaskan pada retina, kemudian disalurkan ke otak melalui saraf optik, sehingga terbentuklah gambaran objek yang dilihat tersebut.

Dalam optika yang berhubungan dengan mata, Ibn al-Haytham adalah orang pertama yang memberi gambaran secara akurat tentang bagian-bagian mata. Istilah-istilah pada bagian-bagian mata yang diperkenalkan Ibn alHaytham, antara lain retina, konjungtiva, iris, lensa, kornea, humour viteous, dan humour aqueous. Dia juga menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian al-Haytham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas, di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Penelitian Ibn al-Haytham dalam catoptrics (bahasan tentang optika permukaan pemantul) dikhususkan menyelidiki cermin sferis, paraboloida serta aberasi sferis. Dalam dioptrics (bahasan tentang optika elemen pembias), Ibn alHaytham memberi hasil pengamatan yang penting tentang perbandingan antara sudut sinar datang dan sudut sinar bias tidaklah tetap, serta pengamatannya terhadap daya pembesaran lensa. Tulisan Ibn al- Haytham tentang pembesaran lensa kemudian digunakan sebagai rujukan untuk mengoreksi gangguan pada mata.

8. Cara Kerja Pengamatan Ilmu Ibn al-Haytham

Ibnu al-Haytham melakukan suatu pengamatan yang seksama terhadap lintasan cahaya yang melalui berbagai medium dan menemukan hukum-hukum pembiasan cahaya. Ibn al-Haytham menjadi orang pertama yang mengungkapkan suatu hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya, dan sekarang ini dikenal dengan Hukum Snellius, yakni 600 tahun sebelum Snell menemukan hukumnya itu. Ibn al-Haytham jugalah yang pertama melakukan percobaan penguraian (dispersi) cahaya menjadi warna-warna tertentu. Lebih lanjut mengenai penemuan Ibn al-Haytham tentang optik yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan pada generasi di masa kini menjadi benda yang sangat populer dan penting bagi pencatatan sejarah, yakni kamera. Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara. Jauh sebelum masyarakat Barat menemukan kamera, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Arab, sekitar 1000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Arab bernama Ibn al-Haytham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haytham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haytsan Bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, al-Haytham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata, diproyeksikan melalui permukaan datar.[8]



[1] Mohamed Mohaini, Matematikawan Muslim Terkemuka (Jakarta: Salemba Teknika, 2004).

[2] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.), 183-184.

[3] Syarach Meirizka, Sang Jenius Optik “The True Scientist” Ibnu Al-Haytham (email version), Scientia Experia Publisher, 2011

[4] Lihat penjelasan selengkapnya dalam Abdurrahman, Pengaruh Arab dalam Bentuk Pemikiran Eropa (Suatu Catatan Kebangkitan Islam), terj. Mohammad Ma’ruf Misbah (Semarang: CV. Wicaksana, t.th.), 27 -28.

[5] Fauziah, “Rahasia Dibalik Penemuan Kacamata”, dari http://www.republika.co.id/berita/ ensiklopedia-islam/khazanah/09/04/30/47404-rahasia-di-balik-penemuan-kacamata.html, diakses pada 26 Mei 2012

[6] Fauziah, “Ibnu al-Haitsam: Sejarah Penemuan Optik dan Pengaruhnya terhadap Sains Barat Modern”, dalam Kompasiana, edisi 28 Desember 2012. http://sejarah.kompasiana.com/ 2012/12/29/ibnu-al-haitsam-sejarah-penemuan-optik-dan-pengaruhnya-terhadap-sains-baratmodern-.html#_ftn19, diakses pada 14 Juni 2014.

[7] Fauziah, “Ibnu al-Haitsam.”

[8] Zulfan Afdhila, Biografi Ibu Haytham Bapak Optik Pencipta Kamera, dalam http://www.zulfanafdhilla.com/2014/07/alHazen.html, diakses pada Selasa, 01 Juli 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum