MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH 

Amsal dalam Al-Qur’an


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Al-Quran diturunkan dari Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui perantara malaikat Jibril AS sebagai petunjuk dan pedoman bagi kehidupan manusia. Al-Quran tidak hanya mengatur perintah dan larangan dalam beribadah saja, melainkan juga memberikan petunjuk dan arahan dalam berpenghidupan yang baik dan benar. Misalnya dalam kegiatan sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam ilmu sains dan teknologi telah dijelaskan dalam Al-Quran.

Al-Quran yang diyakini oleh umat Islam sebagai kitab suci yang menjadi petunjuk dan pedoman bagi yang meyakininya, dalam menyampaikan isinya menggunakan beberapa cara sehingga kitab tersebut memiliki kesan dalam membacanya, memiliki pesan dan hikmah yang terkandung didalamnya. Salah satu cara penyampaiannya menggunakan analogi dengan sesuatu yang mudah dipahami yang disebut dengan amstal/tamthil. Dengan amstal/tamthil (permisalan, perumpamaan) menjadikan makna-makna yang dikandung dalam  Al-Quran serasa hidup dan mantap dalam pikiran.

Sejumlah ulama’ memberikan perhatian penuh terhadap gaya bahasa  Al-Quran yang berbentuk amstal, sehingga ia menjadi ilmu amthalul Quran. Imam Hasan al Mawardi (wafat 450 H) merupakan tokoh thamthim Al-Quran. Beliau menulis kitab yang dikenal dengan Amthal Al-Quran.[1]

B.    Rumusan Masalah

  1. Pengertian Amtsal Al-Qur’an
  2. Rukun-rukun dan ciri-ciri Amtsal Al-Qur’an
  3. Jenis-jenis Amtsal Al-Qur’an
  4. Manfaat dan tujuan Amtsal Al-Qur’an
  5. Implementasi Amtsalil Qur’an dalam pendidikan Qur’an

 

BAB II

PEMBAHASAN

1.     Pengertian Amstal Al-Quran

Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra adalah penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya.      Contohnya : “ rubba ramiyah min ghairi ramin”. Maksudnya berapa banyak musibah diakibatkan oleh kesalahan pemanah. Orang yang pertama mengatakan seperti ini adalah Hakam bin Yaghuts al-Naqri, membuat perumpamaan orang yang salah dengan musibah walaupun kadang-kadang benar.[2]

Sedangkan pengertian Amstalul Quran terdapat beberapa pendapat, yaitu[3] :      

1.     Menurut istilah ulama’ ahli adab, amstal adalah ucapan-ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.

2.     Menurut istilah ulama’ ahli bayan, amstal adalah ungkapan majas yang disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan, yang dalam ilmu balaghah disebut tasbih.

3.     Menurut ulama’ ahli tafsir adalah menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, menarik yang mengenang dalam jiwa, baik dengan bentuk tasbih maupun majas mursal.

 

2.     Rukun-Rukun dan Ciri Amstal Al-Quran

Mengutip dari pendapat  Sayyid Qutb, Ahmad  Izzan menjelaskan bahwa Amtsal dalam Al Quran merupakan sarana untuk menggambarkan kondisi bangsa-bangsa  pada masa lampau, termasuk penggambaran akhlaqnya. Penyair Zuhair dan Nabighah adz Dziyani, sepeti yang dikutip oleh Ahmad Hasyimi menyatakan bahwa biasanya amtsal digunakan untuk suatu keadaan dan kisah yang hebat. Karena itu amtsal digunakan untuk suatu keadaan dan suatu makna yang abstrak kedalam bentuk indrawi agar menjadi indah dan menarik.

a.      Ciri-ciri amstal dalam Al-Quran

Ahmad Izzan merumuskan beberapa ciri Amtsal diantaranya:

1.     Amtsal mengandung penjelasan atas makna yang samar atau abstrak sehingga menjadi jelas, konkrit, dan berkesan.

2.     Amtsal memiliki kesejajaran antara situasi kondisi perumpamaan yang dimaksud padanannya.

3.     Ada keseimbangan (tawazun) antara perumpamaan dan keadaan yang dianalogikan.

b.      Rukun-rukun amstal

Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, yaitu:

1)     Wajhu Syabah: segi perumpamaan

2)     Adatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih

3)     Musyabbah: yang diperumpamakan

4)     Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.

Para ahli Arab mensyaratkan sahnya amtsal harus memenuhi empat syarat, sebagai berikut:

1)     Bentuk kalimatnya harus ringkas

2)     Isi maknanya harus mengena dengan tepat

3)     Perumpamaannya harus indah

4)     Kinayahnya harus indah.

 

Orang yang pertama kali mengarang ilmu Amtaslil Qur’an ialah Syekh Abdur Rahman Muhammad bin Husain An-Naisaburi dan dilanjutkan oleh Imam Abdul Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi. Kemudian dilanjutkan Imam Syamsudin Muhammad bin Abi Bashrin Ibnul Qayyim al-Jauziyah

Adapun salah satu dalil yang berkenaan dengan amtsal adalah sabda RasulullahAl Qur'an turun atas lima bentuk, halal, haram, muhkam , mutsyabih dan amtsal (permpamaan) maka amalkanlah yang halal, dan jauhilah yang haram. Ikutilah yang muhkam dan berimanlah terhadap yang mutasyabbih serta ambillah pelajaran dari amtsal.  Sedangkan pendapat salaf al-Mawardi berkata : Ilmu Al Qur'an yang paling agung adalah ilmu amtsalnya (perumpamaannya). Namun, kebanyakan orang lalai darinya di sebabkan sibuk dengan perumpamaan tersebut, dan lalai dengan pembuat perumpamaan tersebut. Maka perumpamaan tanpa pembuatnya ibarat kuda tanpa perlana atau unta tanpa tali kekang.

 

3.     Jenis-Jenis Amstal Al-Quran

Menurut as-Suyuti, amstal Al-Quran dibagi menjadi dua, yaitu zahirun musarrahun bih dan kaminah[4]. Sedangkan Manna Al-Qattan membagi amstal di dalam Al-Quran menjadi tiga macam, yaitu amstal musarrahah, amstal kaminah, dan amstal mursalah.[5]

a.     Amtsal musharrahah

            Maksudnya sesuatu yang dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan). amtsal ini seperti banyak yang ditemukan dalam al-Qur’an dan berikut ini beberapa di antaranya :

 1)     Tentang orang munafik :

            Artinya : Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(Al-Baqarah : 17-20)

Di dalam ayat-ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang munafik, matsal yang berkenaan dengan api (nar) dalam firman-Nya “adalah seperti orang yang menyalakan api” karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Matsal yang lain adalah berkenaan dengan air (ma’i), atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit, karena di dalam air terdapat materi kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkannya

 

b.     Amtsal Kaminah

            Yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamtsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Conothnya :

1)  Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan “sebaik-baik perkara yang tidak berlebihan, adil, dan seimbang.” Yaitu :

a)     Firman Allah tentang sapi betina : “Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu.

            Artinya : Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". (al-Baqarah : 68)

 

b)     Firman-Nya tentang nafkah : QS Al-Furqan :67

            Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

 

 c)     Dalam Q.S Al-Isra’ : 110 Firman-Nya mengenai shalat :

             Artinya : “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (al-Isra’: 110).

2)     Ayat senada dengan ungkapan “seperti yang telah kamu lakukan, maka seperti itu kamu akan dibalas.” Misalnya, “Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.” (An-Nisa’ : 123)

            Artinya : (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (an-Nisa’ : 123)

 

 

3)     Ayat yang senada dengan perkataan “Kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri.” Misalnya dalam Q.S Al-Baqarah : 260 yang membahas tentang Ibrahim;

            Dan (ingatlah) ketika  Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan  orang-orang mati". Alloh berfirman: "Belum yakinkah  kamu?"  Ibrahim menjawab: "Ya,  saya yakin, akan tetapi agar hatiku tenteram.  Alloh berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor  burung, lalu jinakkan semua  burung itu olehmu. (Alloh berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit seekor (burung), kemudian panggillah  mereka, niscaya  mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

4)     Ayat yang senada dengan perkataan “Orang mukmin tidak akan disengat dua kali dalam lubang yang sama.” Misalnya dalam Q.S Yusuf : 64;

               

     Artinya “Berkata  Yaqub: "Bagaimana  aku akan mempercayakan  Bunyamin kepadamu, kecuali seperti  aku telah mempercayakan  saudaranya (Yusuf) kepada  kamu dahulu?". Maka Alloh adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia Maha Penyayang di antara para  penyayang. “

 

 

c.      Amtsal mursalah 

            Yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti :

 

 

1)     QS Al-Mudatsir Ayat 38

  

Artinya : Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (al-Mudatsir : 38)

2)     QS al-Maidah Ayat 100

           Artinya : Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (al-Maidah : 100)

 

4.     Manfaat dan Tujuan Amstal Al-Quran

            Menurut Bakri Syah Amin, ada beberapa peranan amtsal dalam menyampakan pesan-pesan dalam al-Qur’an, di antaranya :[6]

a.      Menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam gambaran konkrit

b.     Menyingkap sesuatu dan mendekatkan pengertian kepada pemahaman

c.      Menggambarkan sesuatu yang ghaib dalam bentuk zahir

d.     Menyatukan makna yang indah dalam ungkapan yang pendek dan mudah

e.      Memantapkan makna dalam pikiran

f.      Membuat orang suka dengan cara yang paling simple

            Ahmad al-Hasyim menyatakanbahwa peranan amtsal itu banyak di antaranya menenangkan pikiran, menyejukkan hati, dan mengandung hikmah yang mendalam[7]

Sementara itu al-Qaththan mengemukakan peranan amtsal sebagai berikut :

a.      Menggabarkan sesuatu yang ada dalam pikiran secara konkrit yang dapat disentuh manusia, sehingga dapat diterima akal, karena makna yang abstrak akan mantap dalam pikiran bila dikonkritkan.

b.     Mengungkapkan berbagai hakikat, menampilkan yang ghaib bagaikan sesuatu yang ada, seperti al-Qur’an menggambarkan orang yang makan riba pada firman Allah surat al-Baqarah ayat 275.

c.      Menyatukan makna-makna yang indah memukau melalui ungkapan pendek seperti terdapat pada amtsal kaminah dan mursal.

d.     Memotivasi untuk orang yang membaca atau yang mendengar untuk mengikuti apa yang tedapat pada amtsal.

e.      Memotivasi untuk menjauhkan diri dari sesuatu yang dibenci yang terdapat dalam amtsal, seperti firman Allah tentang larangan ghibah firman Allah surat al-Fath ayat 29.

f.      Untuk memuji orang yang diberi amtsal seperti firman-Nya tentang para sahabat surat al-Fath ayat 29.

g.     Memberikan celaan terhadap orang yang berisfat buruk yang terdapat dalam amtsal. Seperti Allah mengemukakan keadaan orang-orang yang telah diturunkan kitab kepada mereka, tetapi mereka tidak beramal dengan ayat-ayat Allah itu.

h.     Perumpamaan itu paling berbekas di hati, paling berkesan dalam pelajaran, paling keras dalam mencela, Allah memperbanyak amtsal dalam al-Qur’an sebagai pernyataan dan pelajaran.

            Selanjutnya al-Zarkasyi menyebutkan secara ringkas peranan amtsal al-Qur’an yaitu : peringatan, pelajaran, motivasi melakukan sesuatu, menjauhkan diri dari sesuatu, sebagai cerminan perbandingan, memantapkan sesuatu yang ada di dalam pikiran melalui gambaran yang konkrit,  menjelaskan tinggi rendahnya pahala, pujian dan celaan, imbalan dan pembalasan, menyanjungi dan menghinakan sesuatu.[8]

5.     Implementasi Amtsalil Qur’an dalam pendidikan Qur’an

Rasululloh SAW menggunakan metode perumpamaan Qur’ani dan Nahlawi dalampendidikan, diantaranya:

a.      Metode dialog khithabi yeang bersifat peringatan.

b.     Penggunaan wujud-wujud benda sebagai sarana konkrit sehingga membantu kejelasan dan pemahaman.

c.      Pemberian perumpamaan.

Dalam Hadist Rasululloh yang artinya “dari Muhammad Ibnu Mutsnna dan lafadz darinya, hadist dari  Abdul Wahhab yakni as-Saqafi, hadist Abdullah dari Nafi’ dari ibn Umar, Nabi SAW bersabda: perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan ditengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik kesana ke sini”. (Muslim, IV:2146).

Setiap perumpamaan yang diberikan tujuan untuk menanamkan nilai dalam pendidikan atau menginternalisasikan dalam diri peserta didik tentang nilai yang tersirat dari materi yang disampaikan.

Dampak edukatif perumpamaan Qur’ani  dan Nabawi menurut Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya adalah perumpamaan-perumpamaan Qur’ani dan Nahlawi tidak hanya menunjukan ketinggian karya seni yang hanya di tunjukan  untuk keindahan balaghah semata saja tetapi, perumpamaan-perumpamaan yang memiliki tujuan psikologis edukatif yang di tunjukan oleh kedalam makna sehingga menarik kesimpulan dari perumpamaan-peumpamaan tersebut.


 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari paparan kajian yang disebutkan diatas, dapat kita simpulkan bahwa :

1.     Amtsalul Qur’an adalah salah satu bentuk metode penjelasan dalam Al-Quran dengan menggunakan suatu perumpamaan. Jadi metode ini digunakan untuk memberikan gambaran kepada kita bagaimana masa itu terjadi atau sesuatu terjadi dimasa lalu.

2.     Amtsalul Qur’an harus mengandung penjelasan makna yang samar, memiliki kesejajaran antara situasi kondisi perumpamaan dan ada keseimbangan antara perumpamaan dengan yang dianalogikan.

3.     Ada 3 jenis Amtsal yaitu Amtsal Musharrah, Amtsal Kaminah, dan Amtsal Mursalah yang masing-masing hanya memilki perbedaan pada lafaz atau penyebutannya saja

4.     Tujuan Amtsal Qur’an masih sama saja yaitu untuk memberikan kita gambaran situasi ataupun suatu keadaan yang bisa kita bandingkan

5.     Implementasi Amtsal Qur’an pada pendidikan sangat berpengaruh kepada logika kita untuk mengumpamakan atau mengangan-angan sesuatu yang belum pernah kita pelajari.


DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Hasyim, Ahmad. Jawahir al-Adab. Bairut:  Dar el-fikri,1993.

Al Suyuti, Jalaluddin. Al Itqan fi Ulum Al-Quran. Beirut : Dar al Ma’rifah,1978.

Al-Zarkasyi, Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan fi Ulumil Qur’an.                                 

Mesir: al-Halabi, 1984.

Al-Qaththan, Syaikh Manna. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an.

            Kairo : Maktabah Wahbah,1990.

Mudzakir. Manna Khalil Al-Qattan, Terjemah Studi Ilmu-Ilmu Quran.

Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2001.

Lathif, Abdul Wahab Abdul. Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah.

            Kairo : Mathaba’ah al-adab, 1993.

 

 



[1] Jalaluddin al Suyuti, al Itqan fi Ulum Al-Quran, (Beirut : Dar al Ma’rifah, 1978), II 167.

[2] Syaikh Manna Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, (Kairo : Maktabah Wahbah)1990 hal. 354.  

[3] Mudzakir AS, Manna Khalil Al-Qattan, Terjemah Studi Ilmu-Ilmu Quran (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2001) hal. 400

[4] Jalaluddin al Suyuti, al Itqan fi Ulum Al-Quran, (Beirut: Dar al Ma’rifah, 1978), II, hal.167

[5] Al-Qattan, Mabagith. Hal 284

[6] Abdul Wahab Abdul Lathif,  Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah, Kairo, 1993, j.I hal. 108

[7] Ahmad al-Hasyim, Jawahir al-Adab, Bairut:  Dar el-fikri, 1993, j.I, hal. 260

[8] Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi,  al-Burhan fi Ulumil Qur’an, Mesir: al-Halabi, 1984, hal. 131.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum