Perpindahan Arah Kiblat Shalat

 

Perpindahan Arah Kiblat Shalat

 


          An-Nasai meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Ma’la Ra dia berkata, “Di masa Rasulullah Saw kami biasa berangkat ke masjid pada pagi hari untuk melaksanakan shalat. Pada suatu hari, kami lewat Ketika Rasulullah Saw duduk di atas mimbar. Aku berkata, ‘Sungguh telah terjadi sesuatu yang sangat penting’, lalu aku duduk. Kemudian Rasulullah Saw membacakan ayat {Kami telah melihat engkau membolak-balikkan wajahmu ke langit..} hingga akhir ayat. Aku berkata kepada temanku, ‘Marilah kita melaksanakan shalat dua raka’at sebelum Rasulullah Saw turun dari mimbarnya, agar kita menjadi orang pertama yang shalat menghadap ke arah ka’bah.’ Secara diam-diam, kami berdua shalat dua raka’at. Kemudian Rasulullah Saw turun dari mimbar dan mengimami shalat dhuhur Ketika itu.”

          Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar Ra bahwa shalat pertama yang dilakukan Rasulullah Saw menghadap Ka’bah adalah shalat dhuhur, dan shalat shuhur itu merupakan shalat wusta (pertengahan). Tetapi berdasarkan pendapat masyhur (terkenal), shalat yang pertama kali menghadap ke kiblat adalah shalat asar. Akan tetapi bagi penduduk Quba’, berita mengenai perpindahan kiblat itu terlambat sampainya dan baru sampai kepada mereka pada waktu shalat subuh.

          Menurut kebanyakan ahli tafsir, maksud muwajahah (menghadap kiblat) itu ialah menghadap ke arahnya, sebagaimana Riwayat Al-Hakim dari hadist Abu Ishak, dari Umair bin Ziyad Al-Kindi dari Ali bin Abu Thalib, ia mengatakan bahwa makna syatrahu pada ayat {…hadapkanlah wajahmu kea rah itu..} adalah qibalahu (arahnya).

          Firman Allah Swt, {Dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu kea rah itu..}. penggalan ini merupakan perintah menghadap Ka’bah dari semua penjuru bumi: barat, timur, utara, dan selatan. Semuanya diperintahkan menghadap Ka’bah, kecuali dalam shalat sunnah Ketika bepergian; diperbolehkan shalat menghadap kea rah mana pun kendaraan menghadap, tetapi hati mesti tetap tertuju kea rah Ka’bah, seperti pula Ketika berperang, diperbolehkan shalat dalam keadaan bagaimanapun.

          Orang yang tidak mengetahui arah kiblat diperbolehkan shalat menghadap kea rah kiblat sesuai ijtihad yang ditempuhnya, kendatipun pada hakikatnya apa yang dihasilkannya keliru. Ketahuilah sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya masing-masing.

(Ibnu Kasir, Tafsirul Qurani’l Azimi, Jilid 2, 1421 H / 2000 M : 117-119)

Kutipan Surah Al-Baqarah ayat ke 142-144

Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Dari Jabir bin Abdullah Ra bahwa pernah suatu hari Rasulullah Saw shalat di atas kendaraannya menghadap kea rah mana saja kendaraannya menghadap. Namun, berbeda lagi kasusnya Ketika beliau turun dari kendaraannya, lalu menghadap arah kiblat.

(HR Al-Bukhari, Sahihu’l Bukhari, Juz 1. No Hadist. 400, 1400 H : 148)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum