Serba - Serbi Bahasa Indonesia

Serba – Serbi Bahasa Indonesia


Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai ''lingua franca'' di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal kalender Masehi penanggalan modern. Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu Rumpun bahasa Indo-Eropabahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa dan Pulau Luzon.Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya. Kata-kata seperti ''samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin'', dan ''kaca'' masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (''classical Malay'' atau ''medieval Malay''). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai ''bahasa Melayu Tinggi''. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya Laporan Portugal Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur.

Wallace menuliskan di buku tulisannya, ''Malay Archipelago'', bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda."

Di dalam buku ''Itinerario'' ("Perjalanan") karyanya, van Linschotten menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."  

Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Kota AmbonAmbon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari pengusaha penerbitan di kala itu berasal dari etnis Tionghoa-IndonesiaTionghoa. Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan ''bahasa Melayu Pasar'' oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Kesultanan Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang ''full-fledged'', sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.

Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai ''lingua franca'', tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat komunikasi. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang ditmeukan, seperti (1) Prasati Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686, dan (4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688, yang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim, 1979: 6-7). Prasasti-prasasti yang jug bertulis di dalam bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di bogor (Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa ini memperkuat pula dygaan kita bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu bukan saja dipakai di Pulau Sumatra, melainkan juga di Pulau Jawa.

Berikut ini dikutipkan sebagian bunyi batu bertulis(prasasti) kedukan bukit.

Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyakha dapunta hyang naayik di saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta hyang marlapas dari minanga taamwan………….

(selamat ! pada tahun syaka 605 hari kesebalas pada masa terang bulan waisyaakha, tuan kita yang mulia naik di perahu menjemput siddhayaatra. Pad hari ketujuh, pada masa terang bulan Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari minanga taamwan……

Kalau kita perhatikan dengan seksama, ternyata dalam prasasti itu terdapat kata-kata yang masih kita pakai sekarang walaupun waktu sudah berlalu lebih dari 1.300 tahun.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainya dapatlah kita kemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa melayu berfungsi sebagai berikut.

1.  Bahasa melayu berfungsi sebagi bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.

2.  Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di Indonesia.

3.  Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di tepi-tepi pantai, baik antarsuku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang dating dari luar Indonesia.

4.  Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.

Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini perkembanganya itu menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur.

 

Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia

Awalnya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu:

1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.

2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).

3. Suku jawa, suku sunda dan suku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

 

Peresmian Nama Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerekaan Indonesia tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagi bahasa kerja. Dari sudut pandang Linguistik, bahasa indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu-Riau dari abad ke-19.

Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap di gunakan.

Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang di gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.

Meskipun demikian, bahasa Indonesia di gunakan sangat luas di perguruan - perguruan, media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia di gunakan oleh semua warga indonesia. Bahasa Melayu dipakai dimana - mana diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah.  Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.

Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.

Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Naskah putusan kongres pemuda Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut.

1.            Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah air Indonesia.

2.            Kedua: kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu , bangsa Indonesia.

3.            Ketiga: kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pernyataan pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah, yang di sebut tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan, yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “barbahasa satu”, tetapi merupakan tekad kabahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjungjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. (Halim, 1983: 2—3).

Dengan diikrarkanya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah disepakati sejak pertengahan Abad VII itu, yang menjadi bahasa Indonesia.

Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.

 

Fase-fase Penting dalam Perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Nasional

Untuk memudahkan pemahaman mengenai perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, kita bagi dalam beberapa fase/masa dan peristiwa yang dianggap penting. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut :

1)     Fase Pertama : Masa Prakolonial

Beberapa bukti tertulis mengenai Bahasa Melayu tua ditemukan pada berbagai prasasti dan inkripsi. Diantaranya prasasti Kedukan Bukit (683 M), di Talang Tuo (dekat Palembang, bertahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, 686 M), di Karang Berahi (antara Jambi dan Sungai Musi, 688 M), dan inkripsi Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832 M.

Sebagai bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran Bahasa Melayu, dapat diidentifikasi melalui adanya berbagai dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara. Misalnya dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi), Larantuka, Kupang, Ambon, Manado, dan sebagainya. Juga, banyaknya hasil kesusastraan Malayu Lama dalam bentuk cerita penglipur lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra, dan sebagainya.

Di antara karya sastra lama yang terkenal adalah Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bandahara Paduka Raja yang diperkirakan selesai ditulis tahun, 1616. Selain itu juga ada Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya. 

 

2)     Fase Kedua : Masa Kolonial

Sekitar abad XVI ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia, mereka menemukan bahwa bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan, perhubungan, dan perdagangan. Hal itu dikuatkan oleh kenyataan tentang seorang Portugis, Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore. Ia menyusun daftar kata Melayu-Italia, sekitar tahun 1522. Ini membuktikan ketersabaran bahasa Melayu yang sebelum itu sudah sampai ke kepulauan Maluku.

Dalam pada itu, semasa pendudukan Belanda, mereka menemukan kesulitan ketika bermaksud menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Akhirnya, turunlah keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B 1871 no. 104 yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putra diberikan dalam bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya. 

 

3)     Fase Ketiga : Masa Pergerakan.

Awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai masa permulaan perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Banyak faktor yang mendorong hal itu terjadi. Di antaranya, dan yang paling utama adalah faktor politik.

Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa yang beraneka pula, merasa sulit mencapai kemerdekaan jika tidak ada alat pemersatu. Dan alat itu adalah suatu bahasa guna menyatakan pikiran, perasaan, dan kehendak, yang dapat menjembatani ketergangguan dan kesenjangan komunikasi antara suku bangsa dengan bahasanya yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, pada tanggal 28 Oktober 1928, dikumandangkanlah ikrar Sumpah Pemuda : Berbangsa satu, bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

 

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia

Tahun-tahun penting yang mengandung arti sangat menentukan dalam sejarah perkembangan bahasa Melayu/Indonesia dapat dirinci sebagai berikut.

1)     Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

2)     Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

3)     Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.

4)     Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia, dan merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.

5)     Tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kaan-kawan.

6)     Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.

7)     Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

8)     Masa penduduk jepang (1942-1945) merupakan pula suatu masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemmerintah jepang dan rakyat Indonesia karena niat menggunakan bahasa jepang sebagai pengganti bahasa belanda untuk alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.

9)     Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

10)  Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

11)  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

12)  Tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

13)  Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

14)  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

15)  Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. Selain itu, kongres menugasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk memantau hasil-hasil kongres dan melaporkannya kepada kongres berikutnya.

16)  Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5 ini dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta . kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh pecinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus besar Bahasa Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.

17)  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

18)  Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

 

Peristiwa - peristiwa yang mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia

1.      Budi Otomo.

Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.

2.      Sarikat Islam.

Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.

3.      Balai Pustaka.

Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.

Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :

1.            Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam bahasa melayu.

2.            Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.

3.            Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.

4.            Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.

4.      Sumpah Pemuda.

Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres pemuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.

Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.

Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.

 

Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

A.    Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di Negara Republik Indonesia ini. Pentingnya peranan bahasa Indonesia itu, antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Selain itu, ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dinyatakan dalam UUD 1945 bab XV pasal 36.

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1998) dinyatakan bahwa masih ada beberapa alasan lain (selain yang telah dikemukakan di atas) mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing sangat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu.

Pertama, jumlah penuturnya. Jumlah penutur bahasa Indonesia mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda, tetapi jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, maka kedudukannya dalam jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. Lagi pula, jumlah penutur asli bahasa Indonesia lambat-laun pasti akan bertambah.

Kedua, luas penyebarannya. Bahasa Indonesia jelas tidak ada yang menandingi penyebarannya di Indonesia. Sebagai bahasa setempat, bahasa Indonesia dipakai orang di daerah pantai timur Sumatera, daerah pantai Kalimantan. Jenis kreol bahasa Melayu-Indonesia didapati di Jakarta dan sekitarnya. Sebagai bahasa kedua, tersebar dari Sabang sampai Merauke atau dari ujung barat sampai ke timur, dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri kita. Sebagai bahasa asing, bahasa Indonesia dipelajari dan dipakai di antara kalangan terbatas di beberapa negara misalnya di Australia, Filipina, jepang, Korea, Rusia, India dan sebagainya.

Ketiga, peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang dianggap bernilai. Patokan yang ketiga ini mengingatkan kita akan seni kesusastraan yang mengagumkan yang dihasilkan dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Minangkabau, misalnya. Akan tetapi, di samping susastra Indonesia modern yang dikembangkan oleh sastrawan yang beraneka ragam latar bahasanya, bahasa Indonesia pada masa kini berperan juga sebagai sarana utama, di luar bahasa asing, di bidang ilmu, teknologi, dan peradaban modern bagi manusia Indonesia.

Untuk itulah, sudah sangat wajar jika bahasa Indonesia salah satu kedudukannya adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan sebagai bahasa nasional ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1)      Lambang kebanggaan kebangsaan;

Sebagai lambang kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai - nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan melalui bahasa nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia perlu kita pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya.

2)      Lambang identitas nasional;

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula, sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya sendiri hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing.

3)      Alat pemersatu berbagai suku - suku bangsa

Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Bahkan, dengan bahasa nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

4)      Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat adanya bahasa nasional kita, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahfahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Dengan demikian, fungsi keempat ini, latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda tidak akan menghambat adanya perhubungan antar daerah dan antar budaya (Suhendar dan Supinah, 1997) 

 

B.     Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Dalam UUD 1945 bab XV, pasal 36, telah ditetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Dengan demikian, selain berkedudukan sebgai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut:

1)      Bahasa resmi kenegaraan

Dalam kaitannya dengan fungsi ini bahasa Indonesia dipergunakan dalam adminstrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan, komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemeritah dan badanbadankenegaraan lain seperti DPR dan MPR ditulis di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Demikian halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita di dalam hubungannya dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan.

Suhendar dan Supinah (1997) menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaikbaiknya, pemakaian bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan adminstrasi pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas khusus baik di dalam maupun di luar negeri.

2)      Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan

Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Masalah pemakaian bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa pengantar di segala jenis dan tingkat pendidikan di seluruh Indonesia, menurut Suhendar dan Supinah (1997), masih merupakan masalah yang meminta perhatian.

3)      Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.

Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat luas atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial budaya dan bahasanya sama.

4)      Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah.

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik dalam bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan, dilakukan dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian masyarakat bangsa kita tidak tergantung sepenuhnya kepada bangsa-bangsa asing di dalam usahanya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta untuk ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait dengan hal itu, Suhendar dan Supinah (1997) mengemukakan bahwa bahasa Indonesia adalah atu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. 

 

C.    Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukanya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut :

1)      Lambang kebanggan kebangsaan

2)      Lambang identitas nasional

3)      Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya

4)      Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai berikut :

1)      Bahasa resmi kenegaraan

2)      Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan

3)      Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.

4)      Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Perkembangan EYD

Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:

1.      Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

a.            Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

b.            Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.

c.            Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

d.            Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

 

2.      Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

a.            Huruf ''oe'' diganti dengan ''u'' pada kata-kata ''guru'', ''itu'', ''umur'', dsb.

b.            Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan ''k'' pada kata-kata ''tak'', ''pak'', ''rakjat'', dsb.

c.            Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada ''kanak2'', ''ber-jalan2'', ''ke-barat2-an''.

d.            Awalan ''di''- dan kata depan ''di'' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

 

3.      Ejaan Soewandi

Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

a.            Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.

b.            Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.

c.            Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

d.            Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

4.      Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.

 

5.      Ejaan Yang Disempurnakan

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

 

Distribusi Geografis

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek bahasa Betawi serta logat Betawi).

Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.

 

Tata Bahasa Indonesia

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata bergender (linguistik)gender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.

Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.

Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (Kata ulangperulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.

Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.

Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di infleksibahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (''tense''). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".

Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

 

Peranan Bahasa Indonesia

Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

 

Upaya Peningkatan Dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Bahasa adalah yang terpadu dengan unsur-unsur lain didalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama, bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya. Pikiran dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Perkembangan kebudayaan Indonesia kearah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.

1). Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang pendidikan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan peran guru untuk meningkatkan minat baca sehingga bahasa Indonesia dapat dikembangkan pada semua mata pelajaran.

2). Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang komunikasi.
Medi massa merupakan salah satu saran yang penting untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam rangka pembangunan bangsa karena media massa telah memberikan perkembangan yang berharga dalam pertumbuhan bahasa Indonesia melalui media massa, baik secara tertuis maupun lisan. Ada kata yang cenderung kehilangan maknanya yang sesungguhnya dalam ragam lisan ada lafal baku. Disamping itu, dalam keadaan atau kesempatan tertentu masih dipakai bahasa daerah atau bahasa asing.

3). Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang kesenian.
Bahasa Indonesia yang dipergunakan didalam banyak karya sastra cerita anak-anak, lagu, teater dan film menunjukkan adanya banyak ketimpangan. Dalam hal sastra dan buku anak-anak , hal ini disebabkan oleh penggunaan bahasa yang kurang sempurna dari kebanyakan pengarang kita, disamping masih tidak pastinya peranan redaktur dalam penerbitan.
Pemakaian bahasa Indonesia dalm film lebih banyak merupakan barang dagangan pemburuk keuntungan bagi pengusaha, penulis skenario yang dipilihnya kebanyakan tidak menguasai teknik penulisan yang baik.

4). Pembinaan dan pengembangan bahasa dalam kaitannya dengan bidang ilmu dan, teknologi.
Oleh karena antara bahasa dan alam pemikiran manusia terdapat jalinan yang erat, maka keberhasilan dari pemoderenan itu sangat bergantung kepada corak alam pemikiran manusia Indonesia yang merupakan hasil sintesis antara nilai-nilai yang berakar pada kebudayaan etnis yang tradisional dan nilai-nilai bebudayaan yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Proses sintesis itu dipikirkan sebagai suatu proses yang mempertinggi potensi kreatif yang dapat menjelaskan suatu kebudayaan yang khas Indonesia.

 

 

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :

a.    Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.

b.    Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).

c.    Suku jawa, suku sunda dan suku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

d.    Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia

a.    Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Adapun beberapa fungsinya adalah:

·         Lambang kebanggaan nasional

·         Lambang identitas nasional

·         Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya

·         Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.

 

b.    Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Adapun bahasa Indonesia befungsi sebagai:

·         Bahasa resmi kenegaraan

·         Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan

·         Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional

·         Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

B.     SARAN

Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap menghormati bahasa melayu. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa indonesia secara baik dan benar.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Muhsin, A. (1990). Sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung: sinar baru algesindo. Aripin ZE.

 

Akhadiah M. K, Sabarti. (1991). Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Kartika Nur Ramadha. (2009)Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum