10 Prinsip Manajemen Organisasi Islam Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits

 

10 Prinsip Manajemen Organisasi Islam Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits

1.     Efektif

Dalam KBBI disebutkan bahwa efektif merupakan “ada efeknya baik dari segi akibat dan pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu hal yang di perbuat. Oleh karenanya seorang pemimpin dituntut agar mendatangkan pengaruh yang baik untuk organisasi demi memperoleh efek yang diharapkan oleh seorang leader dan setiap bagian yang berkecimpung didalam organisasi, maka di dalam Q.S. Al-Insyrah : 7  Allah SWT memerintahkan kepada seluruh hamba-hambanya untuk :

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh.

Ajaran islam menuntut ummatnya untuk melakukan sesuatu hal itu haruslah efektif dan sungguh-sungguh dalam arti kata tidaklah setengah-setengah. Apabila seseorang telah menyelesaikan pekerjaannya, maka ia baru memfokuskan konsentrasinya kepada hal yang lain.

2.     Efisien

Didalam KBBI diterangkan bahwa yang di maksud dengan efesien adalah “tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu”. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan utama sebuah organisasi seorang leaderdituntut untuk memanfaatkan waktu seefisien mungkin.

Didalam Q.S. Al-‘Asr : 1-3 Allah SWT bersumpah demi waktu dikarenakan banyaknya hamba tidak lihai dalam memanfaatkan waktu sehingga apa yang mereka usahakan tidaklah mencapai hasil yang maksimal.

Artinya : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Pada ayat yang lain Allah SWT menjelaskan orang yang juga merugi dan buang-buang waktu sehingga melakukan pekerjaan yang dilakukannya sia-sia dan nihil hasilnya.

Artinya : “Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Q.S. Al-kahfi : 103-104.

3.     Tidak Boros

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.Al-‘A’araf : 31).

Ayat diatas menganjurkan bagi setiap muslim haruslah mempergunakan apapun yang yang perlu dipergunakan, akan tetapi Allah sangat membenci orang-orang yang melampaui batas. .Israf adalah sesuatu yang dilarang, sesuatu yang tidak disukai Allah SWT. jangan mengeluarkan sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan.[1]

Dalam Q.S. Al-Isra’ : 26-27 Allah SWT juga melarang hambanya menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya karena hal demikian merupakan kebiasaan buruk yang dilakukan oleh musuh nyata manusia.

Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

4.      Musyawarah

Musyawarah adalah hal yang yang tidak boleh dilupakan oleh seorang leader yang hendak menuntaskan suatu perkara agar keputusan yang diambil bukan merupakan keputusan keputusan yang egois dari seorang manager artinya keputusan yang dihasilkan secara musyawarah.

Pada umumnya  metode musyawarah melahirkan keputasan yang matang karena melalui proses yang penuh pertimbangan.

Agama memerintahkan agar semua urusan itu diputuskan dengan musyawarah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy-Syura : 38.

Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.

Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

Maksud dari kandungan Q.S. Ali-‘Imran : 159 adalah tuntutan dimana setiap orang baik itu pemimpin atau bukan sangat dituntut untuk tidak memiliki sifat egois, akan tetapi setiap permasalahan itu haruslah diselesaikan dengan musyawarah, contohnya urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan manajemen politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya

5.     Kebersamaan

Berlatarbelakang sebagai makhluk sosial, maka manusia di muka bumi ini membutuhkan pasangan sehingga manusia tidak bisa hidup sendiri-sendiri, akan tetapi manusia membutukan kebersamaan. Demikian halnya jua dengan manajemen dalam perspektif islam yang menuntut kebersamaan walaupun  dipisahkan oleh jurang perbedaan dan berbagai profesi dan tingkatan dalam manajemen.

Dalam Q.S. Al-Hujurat : 13, Allah SWT berfirman :

Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dalam Ayat yang lainnya Allah Juga melarang kita untuk bercerai-berai dan permusuhan.

Artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali-‘Imran : 103).

Dalam Q.S. At-Taubah : 71 Allah SWT juga menyeru kita agar saling tolong menolong dalam kebaikan agar kebersamaan antara sesama muslim baik baik dia itu laki-laki atau perempuan.

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Melakukan secara bersama-sama (berjamaah).  Berjamaah sangat diperlukan agar tidak bosan dan asal-asalan, sistim jamaah inilah sistim khas yang dimiliki oleh ummat islam dan tidak dimiliki oleh ummat lain.[2]

Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”. (Q.S. Al-baqarah : 43).

Dalam konteks ini hadits Nabi Muhammad SAW. dapat dijadikan sandaran dalam sebuah pengorganisasian, yaitu :

“Dua orang itu lebih baik daripada satu, tiga orang lebiah baik daripada dua oaring, dan empat orang itu lebh biak daripada dua orang, maka berjamaahlah kamu sekalian, sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan ummat kami, melainkan kepadanya ada petunnjuk”. [H.R. Bukhari].[3]

Sedangkan hadits yang lainnya adalah :

“Hendaklah kamu berada dalam jamaah karena sesungguhnya berjamaah itu rahmat, sedangkan perpecahan itu azab”.[4]

6.     Akhlak Sebagai Kunci  Ibadah

Berbicara tentang akhlak, pastinya sedikit menyinggung masalah bagaimana sikap/tatacara seorang pemimpin mengdapi bawahannya. Hal ini jelas disebutkan dalam (Q.S. Al-Baqarah : 44), sebagai berikut :

Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)?,  Maka tidaklah kamu berpikir?”.

Hampir semua atasan adalah yang lebih mengetahui disbandingkan bawahan menkipun tidak secara Kaaffah, akan tetapi hendaknya seorang atasan ada baiknya mengemukakan terdahulu apa yang ia inginkan dan menjelaskan tujuannya sekaligus memberikan contoh kepada bawahannya.

Artinya jika seorang atasan menyuruh bawahannya, maka dia harus memulai dari dirinya sendiri, tidak mungkin kita menyuruh bawahan kita bersikap baik, sedangkan kita tidak.[5]

Dalam Islam konsep dan prinsip manajer ini dapatdikaitkan dengan tugas yang di embannya, yaitu bertanggung jawab.[6] Bertanggung jawab adalah sakah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki setiap orang. Yang mana diilustrasikan dalam Q.S. Al-Zalzalah : 7, sebagai berikut :

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

Pandangan Islam dalam manajemen juga menuntut setiap orang yang ikut berperan didalamnya agar memiliki akhlak yang mahmudah. Seperti firman Allah Dalam Q.S. Sadd : 46 yang meyebutkan bahwa setiap manusia itu suci hanya karena Allah telah menganugerahkan kepada kita akan akhlak yang tinggi.

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang Tinggi Yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat”.

Sehingga mensyukuri dengan menggunakan akhlak yang  suci tersebut adalah bernilai sebagai ibadah.

Rasulullah SAW. Juga bersabda dalam sebuah hadits yang berhubungan dengan akhlak manusia dalam bermanjemen, yaitu adab dalam melakukan sesuatu itu haruslah teratur, sehingga hasil yang dicapai adalah hasil yang diharapkan oleh semua pihak dalam manajemen.

Dari Abi Ya’la, “Allah mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu. Diriwayatkan oleh Muslim.

Kata ihsan bermakna melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal. Tidak boleh seorang muslim melakukan sesuatu tanpa perencanaan, pemikiran, peenlitian, kecuali sesuatu yang sifatnya emergency.[7]

Walaupun demikian, setiap perilaku yang terlibat dalam sebuah kegiatan yang dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN karena menyadari adanya pengawasan dari Allah SWT.[8]

Namun demikian ada beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusionaldengan dimensi  individual. Oleh karena demikian karakter seorang manajer yang ideal itu dapat dikatagorikan sebagai berikut amanah, sebagaimana tergambar dalam Q.S. Ali ‘Imran : 26, memiliki ilmu dan keahlian, memiliki kekuatan dan mampu merealisir, rendah diri sebagaimana yang tergambar dalam Q.S. Al-Luqman : 18 karena rendah hati bagi seorang manager tidak akan menurunkan martabat, bahkan akan mengangkat derajat bagi seorang pemimpin karena sifat sederhana itu sangatlah di senangi oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al-Luqman : 19,  kemudian seorang leader haruslah bersifat toleransi dan sabar (emosional stabil) sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. As-Sajadah : 24, selanjutnya seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat benar, adil, dan dapat dipercayai (reliable) sebagaimna firman-Nya yang terdapat dalam Q.S. An-Nahl : 90 dan An-Nisa : 135, untuk yang terakhir, manajer juga harus mau bermusyawarah dan cerdik sekaligus memiliki firasat.[9]

7.     Kebersamaan adalah hal yang Konstruktif

Pada dasarnya, majemen bukanlah kegiatan yang individual. Manajemen itu bersifat membangun (konstruktif). Kegiatan membangun pada umumnya dilakukan secara bersama-sama. Tidak berbeda dalam Islam, Allah sangat mencintai hamba-hambanya yang kompak. Dan karena kekompakan tersebut, Allah mengibaratkan orang-orang tersebut laksana satu bangunan yang berdiri kokoh.

Sebagaimana firman Allah :

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (Q.S. Ash-Shaff : 4).

Kokoh disini berarti adanya sinergi antara bagian yang satu dengan bagian dengan bagian yang  lain.[10]

Pengorganisasian dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, akan tetapi lebih menekan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapi tan teratur .[11]

Untuk menciptakan kekompakan antara satu bagian dengan bagian lainnya, tentulah bukanlah hal yang mudah. Karena juga terdapat aturan-aturan mainnya. Salah satunya adalah umat Islam sanagt dilarang untuk tolong menolong dalam hal kemungkaran, akan tetapi umat Islam sendiri harus tolong menolong dalam hal membangun, yaitu dalam kebaikan.

Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an, sebagai berikut :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. [Q.S. Al-Ma’idah : 2]

Kebersamaan dalam membangun juga tergambarkan dalam Q.S. Al-Balad : 17 yang bertujuan untuk mencegah umat jatuh dan terjerumus pada suatu hal yang salah[12](dilarang) oleh agama.

Artinya : “Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang”.

Juga terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Muslim menguatkan perintah untuk saling membangun dalam kebersamaan, sebagai berikut :

Barang siapa saja diantara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lidahnya; jika tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman”.[13]

Dan seperti halnya juga yang terdapat dalam Q.S. Al-Hijr : 94 adalah sebagai berikut;

Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.

Selanjutnya Q.S.Ays-Syu’araa : 214 ;

Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.

Kedua ayat tersebut diatas berisi tentang perintah Rasulullah untuk menyiarkan Islam dengan cara jahr (terang-terangan).[14]

8.     Possitive Thinking

Salah satu sudut padang manajemen dalam Islam adalah berfikir positif (Possitive Thinking). Artinya kita dianjurkan agar tetap menjalin tali silaturrahim terhadap sesama komponen yang ada dalam satu organisasi atau dalam dalam organisasi yang berbeda.

 Allah sangat melarang hamba-hambanya untuk berprasangka buruk. Berprasangka buruk meupakan suatu dosa yang wajib dihindari oleh setiap bagian dari suatu organisasi tertentu. Karena dapat menimbulkan suatu perpecahan antar sesama.

Adapun perumpamaan tentang orang yang berprasangka buruk adalah seperti yang difirmankan oleh Allah SWT sebagai berikut :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-hujurat : 12).

9.     Etos kerja yang Tinggi

Dalam pandangan Islam mempunyai etos kerja yang tinggi dalam sebuah manajemen  merupakan suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena setiap pekerjaan yang tersusun jelas akan membawakan kepada kesuksesan, keberhasilan, dan pencapaian tujuan yang diidam-idamkan.

Oleh karena itu Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang melakukan pekerjaannya sungguh-sungguh. Sebagaimana hadits yang diriwayatan oleh At-Tabrani sebagai berikut :

Sesungguhnya Allah SWT. sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan ( tepat, terarah, jelas, dan tuntas).  Diriwayatkan oleh At-Tabrani

Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah[15].

Adapaun janji Allah SWT. bahwa siapa saja yang bersungguh-sungguh, maka mereka akan mendapatkan apa yang diharapkannya. Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S. Al-Ankabut : 69) sebagai berikut :

Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Al-ankabut 69) Berkerja dengan sungguh-sungguh (Mujahadah).[16]

10.   Disiplin

Sebagaimana halnya shalat yang maktubah yang telah ditetapkan waktunya seperti yang telah kita ketahui bersama ayat tersebut tergambarkan dalam Q.S. An-Nisa : 103, maka begitu pula halnya sistim manajemen yang harus di terapkan oleh kita semua agar tujuan yang kita harapkan pada tujuan utama mendirikan sebuah organisasi.

Artinya : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.


[1] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.26-27

[2] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.71

[3] Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal.120

[4] Ibid, hal.120

[5] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.17

[6] Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal. 12

[7] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.2

[8] Ibid. Hal. 5

[9] Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal.234-238

[10] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.3

[11] Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal.117

[12] Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal.172

[13]Munir, Muhammad dan Wahyu Ilahi. 2009, Manajemen Dakwah.Jakarta :  Kencana. Cet ke-2. Hal.l.257

[14] Ibid, hal.259-260

[15] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal.1

[16] Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gempa Insani : Jakarta. Hal. 70

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum