MUSA AS : KISAH PERJALANAN MUSA AS BERSAMA NABI KHIDIR
MUSA AS : KISAH PERJALANAN MUSA AS BERSAMA NABI KHIDIR
Ketika Nabi Khidir berkata kepada
Musa, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku mendapatkan Sebagian ilmu dari ilmu-ilmu
Allah Swt, Allah Swt telah mengajarkan ilmu yang engkau tidak ketahui, begitu
juga engkau mendapatkan Sebagian ilmu dari ilmu-ilmu Allah Swt yang aku tidak mengetahuinya.”
Lalu Musa berkata kepadanya, “Bolehkah
aku mengikutimu agar kamu dapat mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?”
Nabi Khidir menjawab, “Sesungguhnya
sekali-kali kamu tidak akan sanggup dan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa
bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
itu ?”
Musa As berkata, “Insya Allah
kamu akan mendapatiku sebagai orang yang sabar dan aku pun tidak akan menentangmu
dalam suatu urusan pun.”
Nabi Khidir menjawab, “Jika kamu
tetap mengikutiku, janganlah kamu menanyakan sesuatu hingga aku sendiri yang
akan menerangkannya kepadamu.”
Kemudian
keduanya berjalan menyusuri pantai. Lalu keduanya naik perahu. Hinggaplah seekor
burung pada tiang kapal, lalu menyelamkan paruhnya pada air (untuk minum). Nabi
khidir berkata kepada Musa As, “Ilmu yang aku miliki dan ilmu yang engkau
miliki disbanding dengan ilmu Allah Swt, seukuran denga napa yang dipatuk oleh
burung itu dari laut.”
Ketika
mereka berada dalam kapal, Musa As merasa heran oleh Tindakan Nabi Khidir. Musa
As berkata kepadanya, “(mereka) telah membawa kita tanpa upah, tetapi mengapa
kamu malah melubangi perahu mereka untuk kamu tenggelamkan penumpangnya?” Nabi
Khidir menjawab, “Bukankah telah aku katakana kepadamu bahwasanya kemu
sekali-kali tidak akan bersabar ikut bersamaku?” Musa As berkata, “Janganlah
kamu menghukumku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebaniku dengan suatu
kesulitan dalam urusanku.” Itulah pertama kalinya Musa As lupa.
Tak
lama kemudian, keduanya pun turun (dari perahu tersebut) dan pergi berjalan. Tiba-tiba
mereka melihat seorang anak kecil yang sedang bermain dengan dua orang
temannya. Nabi Khidir memegang kepala anak itu dan membunuhnya. Musa As berkata
kepadanya, “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh
orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesutau yang sangat mungkar.” Nabi
Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu
bersabar bersamaku ?” dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya sesuatu lagi
setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu,
sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”
Maka
keduanya berjalan, hingga Ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri
itu) tidak mau menjamu mereka.” Tidak ada seorang pun yang memberi makan atau
minum kepada keduanya.
Kemudian
keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia
menegakkannya. Lalu Musa As mengatakan kepadanya, “Mereka tidak menjadikan kita
sebagai tamu dan tidak pula mempersilahkan kepada kita. Jika engkau mau, niscaya
engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Nabi khidir mengatakan, “Inilah perpisahan
antara aku dengan engkau. Aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas
perbuatan yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.”
Adapun
kapal itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas tiap-tiap kapal. Dan adapun anak kecil itu, maka keduanya (teman anak
kecil itu) adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia (anak kecil
itu) akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan
kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya
(kepada ibu bapaknya).
Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya".
(Ibnu Asir Al-Jazari, Al-Kamil
fit Tarikhi, Jilid 1 : 123 – 125)
---------------------------------------------------------------------------------------------
Nasihat & Pelajaran
Nabi Musa As termasuk salah seorang
Nabi “Ulul Azmi” (yang memiliki keteguhan)
Ketika
Allah Swt memberitahukan bahwa ada seorang hamba yang diberi ilmu yang tidak
diberikan kepada Musa As, maka Nabi Musa As pun segera memohon kepada Allah
agar diberi petunjuk untuk menimba ilmu darinya. Setelah Nabi Musa As
menemuinya, Khidir As mengatakan, “Sekali-kali kamu tidak akan sanggup dan
sabar bersamaku.” Maka Musa As pun menjawab, “Insya Allah kamu mendapatiku
sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentangmu.” Pernyataan Musa As ini
sebagai bukti ketawaduannya walaupun tidak diragukan lagi bahwa Nabi Musa As
ini lebih utama dan lebih tinggi kedudukannya dan derajatnya daripada Nabi Khidir
As.
Ini
pula yang menjadi keutamaan Nabi Musa As Ketika harus menempuh perjalan yang
sangat melelahkan dalam mencari ilmu. Demikian juga dalam adab-adabnya serta
kesungguhannya dalam meraih ilmu.
(Ibnu Asir Al-Jazari, Al-Kamil
fit Tarikhi, Jilid 1 : 123, Abdurrahman An-Najdi, Taisirul Manan fi Qasasil
Quran, 1429H : 99 – 100)
---------------------------------------------------------------------------------------------
Berikut adalah cuplikan Surat
Al-Kahf : 66 – 82
Musa berkata kepada Khidhr:
"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar
di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Dia menjawab: "Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat
sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
hal itu?"
Musa berkata: "Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
Dia berkata: "Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
Maka berjalanlah keduanya, hingga
tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata:
"Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan
penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidhr) berkata:
"Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku".
Musa berkata: "Janganlah
kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan
sesuatu kesulitan dalam urusanku".
Maka berjalanlah keduanya; hingga
tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa
berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia
membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
Khidhr berkata: "Bukankah
sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?"
Musa berkata: "Jika aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
padaku".
Maka keduanya berjalan; hingga
tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu
kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
Khidhr berkata: "Inilah
perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah
kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan
bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.
Dan adapun anak muda itu, maka
keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
Komentar
Posting Komentar