MAKALAH || Hubungan Negara dan Agama di Indonesia
MAKALAH
Hubungan Negara dan Agama di Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. yang telah mmeberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk
junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang
paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya
dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini
supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari,
bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak sekali kekurangan.
Kami
ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga
rampungnya makalah ini.
Demikianlah
yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini
mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Surabaya,
September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.....................................................................................
i
Daftar
Isi..............................................................................................
ii
BAB
I
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan
Masalah………………………………………………… 1
BAB
II
2.1
Dasar Hukum Hubungan Negara dan Agama……………………. 2
2.2
Pentingnya Agama dalam Suatu Negara…………………………. 5
2.3
Hubungan Negara dengan Agama………………………………... 7
2.4
Sejarah Kepercayaan Religi di Indonesia………………………… 10
2.5
Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia…………………… 16
BAB
III
3.1
Kesimpulan………………………………………………………. 20
3.2
Daftar Pustaka…………………………………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Negara merupakan subjek Hukum Internasional yang terpenting (par
Excellence) di banding dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya,
sebagai subjek hukum internasional Negara memiliki hak dan kewajiban menurut
hukum internasional. Menurut R. Kranenburg Negara adalah organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh kelompok
manusia yang disebut bangsa sedangkan menurut Logeman Negara adalah organisasi
kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. Kusumaatmaja,
Mochtar, 1981, Pengantar Hukum Internasional Buku I Bagian Umum, Binacipta,
Bandung.
Agama
merupakan sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1
Apa yang
mendasari dalam Hukum Hubungan Negara dengan Agama?
2
Apa pentingnya
Agama dalam suatu Negara?
3
Bagaimana keterkaitan
Negara dengan Agama?
4
Mengapa di
Indonesia terdapat banyak Agama?
5
Bagaimana cara
menjaga toleransi beragama agar tetap utuh?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar Hukum Hubungan Negara dan Agama
Dalam sejarah di
Indonesia, sebelum terbentuknya Negara Indonesia Merdeka telah banyak sekali
aliran agama di Indonesia. Ada agama Hindu, Budha, Islam, Kristen. Hal ini
terbukti adanya kerajaan-kerajaan bercorak hindu dan Budha seperti kerajaan
besar Sriwijaya dan Majapahit, juga ada kerajaan bercorak islam yang besar
seperti kerajaan Demak. Itu artinya para pemeluk agama terdahulu telah sepakat
dan bersatu melawan penjajah di Indonesia sampai mereka merdeka. Sehingga
kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari persatuan rakyat-rakyat Indonesia yang
telah memiliki kepercayaan dan agamanya masing-masing.
Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alenia ke-3 telah
dijelaskan “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Pembukaan UUD NRI tahun 1945 itu
mengikrarkan dengan setegas-tegasnya bahwa Negara Republik Indonesia itu dapat
terwujud disebabkan oleh (1) Berkat Rahmat Tuhan; (2) perjuangan pergerakan
kemerdekaan, atau dengan singkat bahwa perjuangan umat manusia Indonesia dengan
berkat rahmat Tuhan berhasil mewujudkan Republik Indonesia Merdeka!1
__________________________________________________________________
1.
R. Moh. Ali. Pengantar
Ilmu Sejarah Indonesia.(Yogyakarta:LkiS 2012)
Maka jelaslah dasar kehidupan kebangsaan ialah keyakinan bahwa
Tuhan memberkahi dan memenuhi hajat manusia (heteronomy) asal manusia itu
sendiri dengan nyata memperjuangkan nasibnya (autonomy). Manusia dapat
menentukan nasibnya dengan Rahmat Tuhan! Manusia berjuang menentukan nasibnya
sendiri berdasarkan pada keyakinan bahwa “Kemerdekaan adalah hak setiap
bangsa.” Dengan demikian Tuhan pasti menganugerahkan kemerdekaan itu. Akan
tetapi, umat Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya tidak hanya untuk merebut
kemerdekaannya saja. Kemerdekaan itu diperjuangkan sebagai syarat mutlak untuk
dapat menyelenggarakan kehidupan-kehidupan yang bebas, adil, dan makmur.
Terlebih dalam Dasar Negara Indonesia yakni Pancasila sebagai
pedoman hidup bangsa, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia sila
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap warga di Indonesia berhak dan
wajib untuk mempunyai agama sebagai kepercayaan mereka. Agama islam wajib dan
berhak melaksanakan ibadahnya shalat di masjid, agama kristen berhak beribadah
dihari minggu di gereja, agama budha beribadah di wihara, hindu beribadah di
pura, dan agama konghucu di kelenteng tanpa adanya gangguan dari pihak lain.
Jaminan kebebasan
secara konstitusional dalam memilih agama dijelaskan pada pasal 29 ayat 1-2 UUD NRI tahun 19452
“(1)Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Dengan demikian, setiap
individu berhak memilih agamanya tanpa adanya tekanan dari pihak lain, tanpa
ada paksaan, dan tanpa adanya penindasan. Orang yang tidak mempunyai agama (Atheis)
tidak diperbolehkan untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Yang boleh menjadi
Warga Negara Indonesia adalah orang yang memiliki agama resmi di Indoensia.
__________________________________________________________________
2. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal
29
Berikutnya ialah dalam pasal 28E ayatayatnya dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu berbunyi sebagai berikut
:
1.
Setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.3
2.
Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
3.
Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Kedua ketentuan konstitusional tersebut di atas merupakan landasan
hukum bagi kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut masing-masing
agama bagi setiap warga Negara Republik Indonesia. Kedua ketentuan
konstitusional tersebut adalah jaminan konstitusional yang terkait erat dengan
perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Sejumlah instrumen HAM nasional maupun
internasional menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut
masing-masing agamanya. Bertolak dari ketentuan konstitusional tersebut,
diturunkan sejumlah instrumen HAM nasional seperti dalam UndangUndang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dalam pasal 22 ayat-ayatnya
menentukan sebagai berikut :
1.
“Setiap orang
bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.”
2.
Negara menjamin
kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”4
__________________________________________________________________
3. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM
2.2. Pentingnya agama dalam suatu Negara
Piagam Madinah yang
dirumuskan oleh Nabi saw menjadi saksi sejarah bahwa mulai sejak perkembangan
awal, agama Islam telah berperan penting dalam pentas politik kenegaraan untuk
memperpersatukan seluruh warga masyarakat dalam ikatan perjanjian politik kenegaraan,
bukan dalam ikatan ideologi agama Islam. Norma-norma agama Islam berlaku sejak
berdirinya
negara Madinah yang
dibangun oleh Nabi saw. Implementasi norma agama Islam berjalan lancar tanpa
ada kontroversi di kalangan warga masyarakat yang majemuk di Madinah. Pada
periode Madinah, pluralitas hidup beragama juga semakin terasa, kebijakan Nabi
saw sebagai pemimpin negara Madinah telah mampu memayungi pluralitas hidup
warga masyarakat tersebut.
Fleksibilitas atau ke-hanifan
keberlakuan norma agama Islam mengalami perubahan drastis sejak muncul gerakan
modernisasi dari dunia Barat yang hendak mengubah peta politik dunia menjadi
sekuler,11 termasuk di dunia Islam. gerakan perlawanan yang berlebihan yang
kemudian melahirkan gerakan-gerakan politik yang formalistik, bahkan jauh dari
substansi norma agama Islam.
Dalam kehidupan politik keindonesiaan,
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menilai bahwa gerakan Wahabi atau Ikhwanul
Muslimin telah melakukan upaya-upaya pemberangusan Islam budaya dengan budaya
asing yang belum tentu berasal dari norma agama Islam. Gus Dur menuturkan,
misalnya gerakan Wahabi atau Ikhwanul Muslimin yang berkembang di negara
Indonesia, telah berusaha melenyapkan budaya bangsa Indonesia dengan usaha
mengganti budaya asing yang bernuansa Wahabi, tetapi diklaim sebagai budaya
Islam. Yang sangat menggelisahkan, gerakan Wahabi sudah mulai merasuk ke dalam
institusi pemerintahan Indonesia, bahkan juga melakukan infiltrasi ke Majlis
Ulama Indonesia.
Lahirnya gerakan
pendirian negara agama tidak lepas dari masalah belum selesainya pemahaman yang
komprehensif mengenai pembangunan hubungan antara agama dan negara yang ideal,
sehingga gerakan-gerakan formalisasi agama dalam kehidupan kenegaraan selalu
muncul pada setiap kurun waktu atau masa. Oleh sebab itu, kajian mengenai
pembangunan hubungan antara agama dan negara yang ideal memiliki makna yang
penting dalam kehidupan negara di Indonesia.
Gerakan formalisasi
agama dalam bentuk pendirian negara agama (Islam) dalam kehidupan kenegaraan
tersebut pada dasarnya juga pernah muncul pada awal Kemerdekaan RI. Gerakan
pendirian negara agama tidak selesai setelah disepakatinya ideologi Pancasila
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa antara Mohammad Hatta dengan KH Abdul Wahid
Hasyim dkk, tetapi gerakan itu masih terus bermunculan di belakangan hari
seperti gerakan pendirian negara Islam di Jawa Barat yang dipelopori Sekarmadji
Maridjan Kartosuwirjo, Kahar Muzakkar di Sulawesi, dan Daud Beureueh di Aceh.
Lahirnya gerakan pendirian negara
agama tidak lepas dari masalah belum selesainya pemahaman yang komprehensif
mengenai pembangunan hubungan antara agama dan negara yang ideal, sehingga
gerakan-gerakan formalisasi agama dalam kehidupan kenegaraan selalu muncul pada
setiap kurun waktu atau masa. Oleh sebab itu, kajian mengenai pembangunan
hubungan antara agama dan negara yang ideal memiliki makna yang penting dalam
kehidupan negara di Indonesia.
2.3. Hubungan Negara dengan Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keberagaman
di dalamnya, termasuk kepercayaan tiap suku bangsa. Kepercayaan bangsa kita
kepada Tuhan Yang Maha Esa telah ada semenjak zaman prasejarah, sebelum
datangnya pengaruh agama-agama besar ke tanah air kita. Karena itu dalam
perkembangannya, bangsa kita mudah menerima penyebaran agama-agama besar
tersebut. Masyarakat bangsa Indonesia dapat menganut berbagai agama karena
berdasarkan kitab suci yang diyakininya.
Karena memiliki Agama / kepercayaan yang berbeda, maka terbentuklah
Undang-Undang Dasar yang merupakan dokumen hukum guna mewujudkan citacita
bersama setiap rakyat Indonesia. Ketentuan mengenai agama telah diatur dalam
UUD NRI 1945 Pasal 29 yang berbunyi :
1. Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
itu
Meskipun agama telah tertulis dalam UUD yang merupakan landasan
konstitusional Negara Indonesia, tetapi hubungan antara Agama dengan Negara,
masih menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli
Karena pada hakikatnya Negara memiliki berbagai macam suku, agama,
ras, kebudayaan, dll, Yang merupakan suatu persekutuan hidup bersama dengan
manusia lain, maka negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia.
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat diyakini, keyakinan
manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan Negara. Berikut di
uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa
aliran atau paham, sebagai berikut :
A. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Islam Menurut pandangan
Munawir Sjadzali yang merupakan Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet
Pembangunan berpendapat, terdapat tiga aliran yang menggapi hal tersebut yaitu
:
1)
Pertama, aliran
yang menggapi bahwa Islam adalah agama yang paripurna (lengkap) yang mencakup
segala-galanya1, termasuk masalah negara. sebagai contoh yaitu, bagi
kubu islam, selain umat islam merupakan elemen terpenting dari perjuangan
kemerdekaan, agama islam memuat ajaran yang lebih lengkap dan lebih rinci dari
pancasila. Oleh karena itu pancasila harus menjadi bagian dari islam dan bukan
islam yang menjadi bagian dari pancasila
2)
Kedua, aliran
yang mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena Islam
tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut aliran ini, Nabi
Muhammad tidak punya misi untuk mendirikan suatu negara.
3)
Ketiga, aliran
ini berpendapat bahwa Islam tidak mencakup segalagalanya, tapi mencakup
seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat,
termasuk bernegara. Oleh karena itu, dalam bernegara, umat Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang diajarkan secara
garis besar oleh Islam.
__________________________________________________________________1
Yudi Latif, Negara Paripurna, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hlm. 91.
2. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Komunisme
Komunisme merupakan ideologi yang berkenaan dengan filosofi,
politik, sosial, dan ekonomi yang tujuan utamanya terciptanya masyarakat
komunis dengan aturan sosial ekonomi berdasarkan kepemilikan bersama.2
Orang-orang ini merupakan para pengusung paham materialisme atau
juga orang yang memetingkan kebendaan semata. Dalam memberikan penjelasann
tunggal tentang realitas, materialisme bersebarangan dengan idealisme.
Materialisme tidak mengakui adanya entitas-entitas nonmaterial seperti Tuhan,
Malaikat, setan, roh, dan sebagainya. Hanya realitas satusatunya adalah materi
dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi.
Sebagai contoh, Apabila seorang warga Negara merasa tidak yakin
akan semua agama yang ada karena ia lebih meyakini kepercayaan mereka bebas
untuk tidak beragama karena disini Negara tidak mengurus seorang warga Negara
untuk harus memiliki satu agama
3. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Sekular
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara
dalam Negara.
Dalam paham ini Negara adalah urusan hubungan manusia dengan
manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia
dengan tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan
meskipun memisahkan antara agama dan negara umumnya Negara sekuler membebaskan
warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara
tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
__________________________________________________________________
2. Wikipedia
2.4. Sejarah Kepercayaan Religi di Indonesia
Indonesia
terletak pada wilayah khatulistiwa yang sangat strategis bagi masuk dan
berkembangnya agama-agama di dunia. Sejak abad ke-2 sampai dengan ke-21 Masehi,
Indonesia telah mengakui keberadaan 6 agama resmi, yakni Islam, Kristen
Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Agama-agama tersebut
memiliki dinamika dan latar belakang sendiri-sendiri. Sebagian besar dari
agamaagama tersebut datang memiliki kesamaan ciri, yaitu pada awalnya mereka
datang dengan misi perdagangan.[1]
Indonesia dikenal
sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Rempah-rempah yang menjadi
komoditas utama negeri ini sangat dicari khususnya oleh orang-orang Eropa pada
masa silam. Lewat penjelajahan samudera, orang-orang Eropa sampai ke Indonesia
untuk membeli rempah-rempah langsung dari tempat asalnya untuk kemudian dijual
di negerinya. Selain datang untuk mencari rempah-rempah, mereka juga melakukan
kolonialisme dan penyebaran agama kristen lewat semboyan Gold, Glory, and
Gospel.
Wilayah yang terdiri
atas banyak pulau juga telah menjadi salah satu penyebab
keberagaman agama di Indonesia. Alasannya dapat ditinjau dari
aspek keterjangkauan. Pulau-pulau yang sejarahnya lebih sering dikunjungi para
pedagang asing akan memiliki tingkat kemajemukan agama yang lebih besar,
contohnya adalah kepulauan Maluku. Sementara pulau-pulau yang jarang dikunjungi
cenderung memiliki tingkat kemajemukan agama yang lebih rendah, contohnya pulau
Papua dan pulau Sumba.
Sebelum Eropa datang ke Indonesia,
di Indonesia masih belum banyak yang beragama. Namun berdasarkan bukti-bukti
yang ada menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan di Nusantara enunjukan corak
pemerintahan agama, sebagaimana umumnya pola pemerintahan masa itu dimanapun.
Pada masa perdagangan
kuno, kota-kota di pesisir Pulau Sumatra dan Jawa berkembang menjadi pusat
perdagangan. Pedagang yang singgah di kota-kota pesisir tersebut tidak hanya
berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Hal itu terjadi karena
letak Kepulauan Indonesia berada di daerah yang strategis, yaitu di antara dua
benua dan dua samudra. Keadaan ini menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang
dilewati jalur perdagangan dan pelayaran internasional dan berakibat pula
masuknya pengaruh hindu-buddha.
Satu
di antara bangsa yang berinteraksi dengan penduduk kepulauan di Indonesia
adalah bangsa India. Interaksi itu terjalin sejalan dengan meluasnya hubungan
perdagangan antara India dan Cina. Hubungan itu yang mendorong
pedagang-pedagang India dan Cina datang ke kepulauan di Indonesia. Menurut van
Leur, barang yang diperdagangkan dalam pasar internasional saat itu adalah
barang komoditas yang bernilai tinggi. Barang-barang itu berupa logam mulia,
perhiasan, berbagai barang pecah belah, serta bahan baku yang diperlukan untuk
kerajinan. Dua komoditas penting yang menjadi primadona pada awal masa sejarah
di Kepulauan Indonesiaadalah gaharu dan kapur barus. Kedua komoditas itu
merupakan bahan baku pewangi yang paling digemari oleh bangsa India dan Cina.
Interaksi dengan kedua bangsa itu membawa perubahan pada bentuk tata negara di
beberapa daerah di Kepulauan Indonesia. Juga perubahan dalam susunan kemasyarakatan
dan sistem kepercayaan. Sejak saat itu pula pengaruh-pengaruh Hindu-Buddha
berkembang di Indonesia. 2
__________________________________________________________________
2. Restu Gunawan. Sejarah Indonesia . Cetakan ke-IV Edisi Revisi. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
2.4.1 Sejarah Masuknya Agama
Hindu-Budha
Dari hubungan perdagangan, muncul beberapa teori
mengenai proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Teori-teori tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Teori Brahmana
Teori Brahmana dikemukakan oleh van Leur sebagai
reaksi terhadap Teori Waisya dan Teori Ksatria. Teori ini merujuk pada peranan
golongan Brahmana India yang datang atas undangan para penguasa Indonesia untuk
menyebarkan agama Hindu. Van Leur menye butkan bahwa kontak penguasa Indonesia
dengan penguasa India terjadi berkat hubungan dagang. Dalam kontak tersebut,
banyak orang Indonesia yang datang ke India untuk belajar.
Penguasa-penguasa wilayah Nusantara ingin mendapat
status terhormat di mata tamu-tamunya, yaitu para pedagang asing dari India dan
Cina. Mereka kemudian mengundang para Brahmana dari India. Sebagian dari mereka
kemudian memutuskan untuk memeluk agama Hindu agar memperoleh penetapan sebagai
kasta kesatria melalui upacara wratyastoma yang harus diselenggarakan oleh
seorang brahmana.
b. Teori Ksatria
Teori Ksatria dikemukakan oleh C.C. Berg yang
menyatakan bahwa Indonesia pernah menjadi koloni bangsa India. Golongan yang melakukan
kolonisasi tersebut adalah golongan Ksatria. Berdasarkan kolonisasi ini, secara
tidak langsung agama dan kebudayaan Hindu-Buddha mulai masuk ke wilayah
Indonesia.
Agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia akibat pengaruh
para bangsawan. Teori ini dikemukakan F.D.K. Bosch yang beranggapan bahwa telah
terjadi kolonisasi oleh orang-orang India. Daerah koloni ini menjadi pusat
penyebaran budaya India. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kolonisasi yang
terjadi disertai penaklukan melalui perang. Pemegang peranan terhadap proses
masuknya kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah golongan prajurit atau
kasta kesatria.
c. Teori
Waisya
Teori Waisya merujuk pada peranan para pedagang India
dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia yang diikuti
dengan proses perkawinan antara pedagang India dan wanita pribumi. Teori yang
dikemukakan oleh N.J. Krom ini banyak dianut oleh para ahli
Menurutnya N.J. Krom, golongan kesatria bukan
merupakan golongan terbesar di antara orang-orang India yang datang ke
Indonesia. Krom berpendapat bahwa masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia karena
peranan kepada kasta waisya (pedagang). Mereka menetap di Indonesia kemudian
menyebarkan kebudayaan India melalui hubungan dengan penguasa di Indonesia.
Krom mengisyaratkan telah terjadi perkawinan antara pedagang India dan penduduk
asli Indonesia.
Pada
masa kerajaan Hindu Kutai di Kalimantan, kasta yang paling tinggi dan berperan
penting dalam kerajaan adalah kasta Brahmana (agamawan). Sementara di kerajaan
Sriwijaya, para rajanya bertindak sebagai pelindung agama Budha dan memberikan
perhatian Khususpada penyebaran agama melaluilembaga Pendidikan yang mereka
dukung. Selama berada dalam pengaruh agama Hindu maupun setelah penetrasi agama
Budha.
2.4.2
Masuknya Islam di Indonesia
Islam datang ke
Nusantara melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran. Berdasarkan berita Cina
dari zaman Dinasti Tang, Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7. Berita itu
menyebutkan adanya serangan orang-orang Ta shish terhadap Kerajaan Ho-Ling yang
pada waktu itu diperintah oleh Ratu Sima. Ta shih ini ditafsirkan sebagai
orang-orang Arab. Hal itu diperkuat oleh berita Jepang (784 M) yang menyebutkan
tentang adanya perjalanan pendeta Kanshih.
Menurut
berita Cina, agama Islam disebarkan oleh orang-orang Arab. S.Q. Fatimi dalam
bukunya Islam Comes to Malaysia mengemukakan bahwa Islam berasal dari
Benggala. Snouck Hurgronye berpendapat bahwa Islam disebarkan ke Indonesia oleh
para pedagang muslim dari Gujarat (India). Menurutnya, Islam tidak disebarkan
langsung dari Arab. Hubungan langsung antara Arab dan Indonesia baru
berlangsung abad ke-17, yaitu pada masa kerajaan Samudera Pasai, Banten, Demak,
dan Mataram Baru.[2]
Pendapatnya itu diperkuat oleh
bukti adanya kesamaan unsur-unsur Islam di Indonesia dan di India. Selain itu,
adanya ceritacerita tentang nabi-nabi di Indonesia yang berbeda dengan langgam
Arab, tetapi bergaya India.
Proses masuk dan berkembangnya
Islam ke Indonesia pada dasarnya
dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur atau saluran yaitu melalui
perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat.
Pedagang tersebut berinteraksi atau
bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya
diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan
perkampungan, seperti pedagang Gujarat yang mendirikan perkampungan Pekojan.
Dengan adanya perkampungan
pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan ada yang sampai menikah dengan
wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang
menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan
masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka
para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya
masing-masing.
2.4.3 Masuknya Kristen Katolik
dan Protestan
Agama Kristen pertama kali
datang ke Indonesia pada abad ke-7. Melalui gereja Assiria yang berdiri di dua tempat
yakni, Pancur (Sekarang wilayah dari Deli
Serdang) dan Barus (Sekarang
wilayah dari: Tapanuli Tengah)
di Sumatra (645
M).
Sejarah kedatangan telah
tercatat oleh ulama Syaikh Abu Salih al-Armini dalam bukunya dengan judul FIBA
“Tadhakur Akhbar min al-Kana’is wa al-Adyar min Nawabin Mishri wa al-Iqta’aih”
(Daftar berita pada gereja-gereja dan monastries di provinsi-provinsi Mesir dan
sekitarnya). Daftar gereja-gereja dan monastries dari naskah asli dalam bahasa
Arab dengan 114 halaman ini berisi berita tentang 707 gereja-gereja dan 181
monastries Kristen yang tersebar di sekitar Mesir, Nubia, Abysina, Afrika
Barat, Spanyol, Arab dan India. Dalam bukunya (Abu Salih), tanah Indonesia
masih dimasukkan dalam wilayah India (al-Hindah).
Gereja
Ortodoks adalah kelompok Kristen/Gereja pendatang yang menurut
penelitian dari pakar-pakar sejarah dan arkeologi lama, pertama hadir dan
datang ke Indoneia yang ditandai dengan/melalui kehadiran Gereja Nestorian
yang merupakan corak gereja Asiria di daerah Fansur (Barus), di wilayah Mandailing, Sumatera
Utara. Namun menurut A.J. Butler M.A., kata Fahsûr seharusnya ditulis Mansûr,
yaitu sebuah negara pada zaman kuno yang terdapat di Barat Laut India, terletak
di sekitar Sungai Indus. Mansur merupakan negara paling utama
yang terkenal di antara orang-orang Arab dalam hal komoditas kamfer (al-kafur).
Katolik
Roma pertama tiba pada tahun 1511 di tanah Aceh, yaitu dari Ordo Karmel,
dan 1534 di kepulauan Malukumelalui orang Portugis yang dikirim untuk
eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan
pendiri Ordo Yesuit bekerja
di kepulauan Maluku pada
tahun 1546 sampai
tahun 1547. Protestanisme pertama kali diperkenalkan oleh Belanda
pada abad ke-16, sehingga
terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
2.5. Toleransi antar umat beragama di Indonesia
A. Pengertian
Kerukunan Antar Agama
Kerukunan antar agama merupakan salah satu
pilar utama dalam memelihara persatuan bangsa dan kedaulatan negara Republik
Indonesia. Kerukunan sering diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang
mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati,
harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan
kepribadian pancasila.20
Kata kerukunan berasal dari bahasa arab ruknun (rukun) kata jamaknya adalah arkan yang berarti asas, dasar atau
pondasi (arti generiknya). Dalam bahasa Indonesia arti rukun ialah:
1)
Rukun
(nominal), berarti: Sesuatu yang harus di penuhi untuk sahnya pekerjaan,
seperti tidak sahnya manusia dalam sembahyang yang tidak cukup syarat, dan
rukunya asas, yang berarti dasar atau sendi: semuanya terlaksana dengan baik
tidak menyimpang dari rukunnya agama.
2)
Rukun
(ajektif) berarti: Baik dan damai tidak bertentangan: hendaknya kita hidup
rukun dengan tetangga, bersatu hati, sepakat. Merukunkan berarti: (1)
mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun;
(2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.21
Kerukunan berarti sepakat dalam
perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai
titik tolak untuk membina kehidupan sosial yang saling pengertian serta
menerima dengan ketulusan hati yang penuh ke ikhlasan.
_________________________________________________________________
20 Depag RI, Bingkai
Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, (Jakarta; Badan
Penelitian dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia, 1997), hal. 8 & 20
21 Imam Syaukani, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama (Jakarta,
Puslitbang, 2008), hal. 5
Kerukunan
merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharannya pola-pola interaksi
yang beragam diantara unit-unit (unsure / sub sistem) yang otonom. Kerukunan
mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima,
saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling
memaknai kebersamaan.22
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan
kerukununan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa
kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Kerukunan
antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dan melebur
kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang
ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai cara atau
sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak
seagama atau antara
golongan umat beragama dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan.23 Jadi dapat disimpulkan bahwa kerukunan ialah hidup
damai dan tentram saling toleransi antara masyarakat yang beragama sama maupun
berbeda, kesediaan mereka untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan
orang atau kelompok lain, membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang
diyakini oleh masing-masing masyarakat, dan kemampuan untuk menerima perbedaan.
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu
kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama
tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban
agamanya.Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi
Kerukunan yaitu:
________________________________________________________________
22
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta,
Puslitbang, 2005), hal. 7-8
23
Said
Agil Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat
Beragama (Jakarta, Ciputat Press, 2005), hal. 4-5.
1) Kerukunan intern masing-masing umat dalam satu
agama Ialah kerukunan di antara aliran-aliran / paham-paham /mazhab-mazhab yang
ada dalam suatu umat atau komunitas agama.
2) Kerukunan di antara umat / komunitas agama yang
berbeda-beda ialah kerukunan di antara para pemeluk agama-agama yang
berbeda-beda yaitu di antara pemeluk islam dengan pemeluk Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, dan Budha.
3) Kerukunan antar umat / komunitas agama dengan
pemerintah ialah supaya diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para
pemeluk atau pejabat agama dengan para pejabat pemerintah dengan saling
memahami dan menghargai tugas masing-masing dalam rangka membangun masyarakat dan
bangsa Indonesia yang beragama.
Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup
manusia yang memiliki bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga
bersama-sama, saling tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan,
saling menjaga satu sama lain.
B. Kerukunan
sebagai tugas setiap agama
Kita dituntut oleh situasi untuk bekerja sama
dengan semua pemeluk agama untuk bersama-sama menjawab tantangan baru yang
berukuran nasional dan internasional, antara lain ketidak adilan, terorisme
internasional, kemiskinan struktural, sekularisme kiri. Kesemuanya tidak
mungkin diatasi oleh satu golongan agama tertentu, tetapi membutuhkan
konsolidasi dari segala kekuatan baik moral, spiritual maupun material dari
semua umat beragama.29
Jadi menjaga kerukunan Agama itu adalah sebagai
tugas wajib setiap agama untuk menjaga kerukunan agama masing-masing yang di
anut oleh setiap manusia.
BAB III
PENUTUPAN
3.1
KESIMPULAN
Secara umum
negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat untuk
mengatur hubungan-hubungan indiividu serta menetapkan tujuan hidup Bersama
dalam wilayah tertentu. Negara juga menjadi suatu organisasi tertinggi diantara
suatu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
satu kawasan, dan mempunyai emerintahan yang berdaulat.
Sedangkan agama merupakan sebuah
ajaran atau system yang mengatur tata cara periadatan kepada Tuhan dan hubungan
antar manusia. Dalam ajaran sebuah agama, setiap penganutnya diajari agar
saling hidup rukun dengan sesama manusia.
Ada beberapa pandangan tentang
hubungan agama dan negara, diatnaranya ; menurut paha teokrasi, paham sekuler,
paham komunisme dan mesnurut islam yang kesemuanya itu memiliki pandangan yang
berbeda
Hubungan negara
dan agama ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang
sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstistusi, misalnya berkewajiban
untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali.
Gunawan,
Restu. Sejarah Indonesia. Cetakan
ke-IV Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Kusumaatmaja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional.
Bandung: Binacipta, 1981.
Latif, Yudi. Negara Paripurna. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama 2015.
Lubis, Ridwan. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta : Puslitbang, 2005.
Munawar , Said Agil. Fikih Hubungan Antar Umat Beragama. Jakarta : Ciputat Press, 2005
Syaukani,
Imam . Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama. Jakarta :
Puslitbang, 2008.
Tranggono, Eko M.Pd. i.
dkk, Merevitalisasi Pendidikan Pancasila
Sebagai Pemandu Reformasi, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
[1] Drs. Tranggono, Eko M.Pd. i. dkk, Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai
Pemandu Reformasi, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press) 351
[2] Fatimi S. Q. Islam Comes to Malaysia : 1963
Komentar
Posting Komentar