MAKALAH || Radikalisme Dikalangan Generasi Muda

  MAKALAH

Radikalisme Dikalangan Generasi Muda



KATA PENGANTAR

 Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan karunianya sehingga makalah ini sanggup tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran tangan dan bantuan berasal dari pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama dengan mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi yang telah mereka kontribusikan.

Dan penulis berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta ilmu bagi para pembaca. Sehingga untuk ke depannya sanggup memperbaiki bentuk maupun tingkatkan isikan makalah sehingga menjadi makalah yang miliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.

Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman penulis, penulis percaya tetap banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

.                                                                                          Surabaya, 28 Oktober  2019

 

.                                                                                                  Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ABSTRAK

 

Tulisan ini bertjuan untuk membahas berbagai hal yang terkait dengan radikalisme yang cukup mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para mahasiswa di Universitas Airlangga dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kata radikalisme sudah muncul sejak abad ke-18 berasal dari bahasa Latin yaitu pada kata “radix” yang berarti akar. Dalam sejarah, gerakan ini pertama kali terjadi di Britania Raya dimana ada suatu kelompok tertentu yang ingin meminta reformasi sistem pemilihan pemimpin. Gerakan ini awalnya menyatakan sebagai partai kiri yang menentang partai kanan. Kemudian, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif. Menurut pendapat para ahli, radikalisme adalah suatu paham dan ideologi yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara kekerasan/ekstrim. Para kelompok radikalisme akan menggunakan cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan oleh kelompok mereka. Kelompok ini umumnya mengingkan perubaha yang terjadi dalam waktu singkat dan secara drastis, dan biasanya bertentangan dengan sistem sosial yang sedang berlaku. Radikalisme sering dikaitkan dengan aksi terorisme karena kelompok ini akan melakukan cara apapun agar tujuan kelompok mereka segera tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepemahaman dengan mereka karena dianggap sebagai penghambat bahkan musuh yang dapat mengancam keberhasilan cita-cita mereka. Walaupun saat ini radikalisme identik dengan agama Islam, pada dasarnya radikalisme adalah masalah perpolitikan dan bukan ajaran dari suatu agama. Walaupun kelompok ini sempat melemah di zaman orde lama, tetapi pada masa reformasi ini kelompok ini sudah mulai terlihat kembali karena adanya kebijakan kebebasan berdemokrasi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Kemudian, ditambah lagi dengan perkembangan iptek  dinilai menjadi salah satu faktor penunjang berkembangnya kelompok radikalisme di Indonesia. Bahkan, pada saat ini kelompok ini dapat mencari pengikut barunya dengan mudah karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang penyebaran informasi. Saat ini, kelompok ini dapat mencari anggota baru mereka hanya dengan memberi doktrin-doktrin yang dapat mencuci otak para korbannya sehingga korbannya akan menjadi pengikut dalam kelompok mereka. Bahkan, sekarang mereka juga sudah mampu mencuci otak para korbannya hanya dengan bermodalkan sosial media.

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia, hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas.[1] Beragam kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia terjadi karena proses pertumbuhan yang berbeda dan pengaruh dari budaya lain yang ikut bercampur didalamnya. Setiap golongan masyarakat memiliki latar belakang, sudut pandang, dan kebudayaan yang berbeda. Perkembangan era globalisasi sejalan dengan masuknya kebudayaan asing ke Indonesia.

Indonesia sebagai Negara yang normatif memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Norma adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Setiap norma memiliki peran masing masing dalam mengatur kehidupan manusia sehingga tercipta kehidupan yang sesuai dengan cita-cita bangsa dan Negara.

Sikap masyarakat yang belum dapat sepenuhnya menghargai keberagaman yang ada di Indonesia didukung dengan kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila memicu terjadinya perselisihan dikalangan masyarakat, seperti munculnya paham radikalisme. Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Sebagian besar bentuk radikalisme adalah perbuatan yang negatif untuk umum. Demokrasi yang seharusnya menjadikan tatanan masyarakat semakin egaliter dan inklusif, namun yang terjadi justru sebaliknya. Eksistensi paham radikalisme mengancam siapapun termasuk generasi muda.

Pada dasarnya generasi muda merupakan penerus estafet kepemimpinan bangsa, sedangkan saat ini generasi muda telah terkontaminasi dengan paham ideologi radikalisme. Pemikiran yang belum matang menyebabkan mereka mudah terpengaruh untuk melakukan suatu tindakan yang menyimpang. Sehingga peran generasi muda sebagai pelopor kemajuan bangsa semakin terhambat.

Berdasarkan uraian diatas sekiranya materi tentang fenomena radikalisme dikalangan generasi muda perlu dibahas lebih lanjut. Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan bermanfaat dan mampu memberikan pemahaman serta penjelasan kepada generasi muda seputar paham radikalisme.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian radikalisme?

2.     Bagaimana gerakan radikalisme dapat berkembangan di Indonesia ?

3.     Mengapa radikalisme dianggap menghambat perkembangan bangsa Indonesia ?

4.     Bagaimana upaya yang digunakan untuk mengatasi gerakan radikalisme di indonesia ?

 

1.3  Tujuan Penelitian

1.     Mengetahui pengertian radikalisme.

2.     Memahami perkembangan radikalisme di Indonesia.

3.     Mengetahui dampak radikalisme terhadap perkembangan bangsa Indonesia.

4.     Mengetahui upaya yang digunakan untuk mengatasi gerakan radikalisme di Indonesia.

 

1.4  Manfaat Penelitian

1.     Memberikan pengetahuan mengenai radikalisme dan dampaknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.     Mencegah generasi muda dari pengaruh paham radikalisme.

 

1.5  Metode Penelitian

Dalam penulisan makalah ini digunakan metode Studi Literasi. Penulis melakukan literasi dari berbagai jurnal untuk mengetahui penyebab, dampak,  dan segala hal yang berhubungan dengan fenomena radikalisme di  kalangan generasi muda. Metode ini digunakan karena penulis ingin mengetahui perspektif perkembangan radikalisme di Indonesia yang semakin meningkat. Sasaran penelitian ini adalah generasi muda yang menunjukkan gejala radikalisme.


BAB II

LANDASAN TEORI

 

            Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan[2]. Radikalisme merupakan gejala umum yang terjadi dalam masyarakat dengan maksud dan tujuan beragam baik dalam aspek sosial, politik, budaya, dan agama yang ditandai dengan tindakan ekstrim dan anarkis. Semenjak beberapa tahun terakhir ini gerakan radikalisme sudah masuk ke dunia pendidikan dan generasi muda. Masuk dan meluasnya jaringan mempengaruhi para pelajar yang masih berada dalam proses pencarian jati diri dan tahap belajar mengenal banyak hal, menjadi sasaran yang strategis untuk memperkokoh gerakan radikalisme.

            Perkembangan teknologi yang semakin canggih, trend penggunaan media sosial dalam kalangan generasi muda telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menebar pahamnya yang bisa mengancam ideologi Pancasila sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyimpangan pemanfaatan teknologi media sosial yang digunakan untuk menyebarkan konten-konten yang negatif dan tidak bermanfaat untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Media sosial yang sering digunakan oleh generasi muda mempengaruhi psikologi mereka.

            Generasi muda khususnya remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasaantara kedua fase inilah remaja mudah sekali terpengaruh emosinya (Hurlock, 2004). Pada fase ini, remaja sedang mencari bentuk identitas diri yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sehingga emosi mereka tidak stabil dan mudah terpengaruh. Perkembangan psikologi remaja dapat dipengaruhi oleh empat karakteristik utama yang perlu diperhatikan yaitu[3] :

1.     Adanya kesadaran terhadap perubahan fisiologis

2.     Adanya perasaan keterkaitan dan keterikatan kepada teman sebagai bagian dari lingkup heteroseksualitasnya

3.     Munculnya dorongan untuk mencapai kebebasan pribadi untuk memantapkan status dirinya

4.     Adanya keinginan remaja untuk memantapkan filsafat hidupnya berdasarkan nilai-nilai kehidupan yang dianut untuk dijadikan pedoman dalam bertingkah laku sebagai manusia dewasa.

 

Radikalisme pada saat ini cukup meresahkan masyarakat Indonesia karena kelompok ini sering mempengaruhi generasi muda bangsa dengan ideologi – ideologi yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa, terlebih lagi masa remaja adalah masa dimana seorang manusia mengalami gejolak emosi yang tidak stabil karena masa remaja adalah awal dari penemuan jati diri seseorang. Seorang remaja akan menemukan jati dirinya dimana penemuan jati diri  seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti teman, ligkungan, orang tua, dan lain – lain, sehingga mereka akan mudah terpengaruh dengan orang lain. Selain itu, pada masa remaja para generasi muda biasanya penuh dengan rasa penasaran dan ingin mencoba sesuatu yang dianggap baru. Kemudian, dengan adanya perkembangan teknologi juga membuat ajaran radikalisme semakin mudah mempengaruhi generasi muda di Indonesia. Saat ini, ajaran radikalisme dengan mudah mencuci otak para generasi muda hanya dengan menggunakan sosial media yang dapat menyebarkan informasi dengan mudah dan cepat. karenanya diperlukan peranan lingkungan sekitar yang bernuansa positif sehingga terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dari luar lingkungannya.

           


BAB III

 PEMBAHASAN

 

 

3.1 Pengertian Radikalisme

Radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.[4] Dari pengertian tersebut bisa kita asumsikan bahwa radikalisme merupakan suatu pemikiran yang menginginkan suatu perubahan disuatu bidang dengan cara kekerasan. Hal tersebut mungkin bisa terjadi karena suatu alasan tertentu atau keinginan dalam mengubah ideologi tertentu karena dianggap salah oleh suatu golongan. Berbagai upaya akan dilakukan demi untuk mengubah suatu paham agar paham itu berganti atau sampai diakui secara nasional meskipun dengan menggunakan berbagai kekerasan yang berupa kekerasan fisik dengan berperang, ricuh, dan kekerasan mental secara tidak langsung dengan mengancam, menyebar informasi yang tidak benar, dan sebagainya.

Radikalisme merupakan gejala umum yang terjadi dalam masyarakat dengan maksud dan tujuan beragam, baik dalam aspek sosial, politik, budaya, dan agama yang ditandai dengan tindakan ekstrim dan anarkis. Radikalisme merupakan   respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respon tersebut dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai. Tujuan radikalisme adalah mengadakan perubahan sampai keakarnya dengan menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat untuk merealisasikan usahanyaCara-cara kekerasan itu antara lain menghalalkan segala cara di dalam mencapai tujuannya, termasuk melakukan tindakan pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya untuk memperoleh dana guna membiayai perjuangannya.

Radikalisme dengan arti paham dalam politik yang ekstrem dan dengan menggunakan cara kekerasan, atau paham keagamaan yang fanatik hingga memaksa orang lain, jelas bertolak-belakang dengan Islam. Di dalam al-Quran disebutkan: Lâ ikrâha fî ad-dîn (Tak ada paksaan dalam memeluk Islam) (QS al-Baqarah [2]: 256).   Memaksakan agama Islam kepada orang lain adalah larangan keras di dalam Islam. Apalagi mengganggu, menteror, dan mengebom orang-orang kafir yang hidup berdampingan dengan umat Islam. Itu jelas dilarang keras dalam Islam. Jadi, meski secara bahasa, Islam adalah radikal, Islam menolak radikalisme. Islam menolak cara-cara kekerasan dalam perubahan sosial-politik dan juga dalam pemaksaan agama seseorang. Mungkin terkesan tidak konsisten: radikal tetapi menolak radikalisme.

 

3.2 Berkembangnya Gerakan Radikalisme di Indonesia

Kemunculan gerakan radikalisme di Indonesia disebabkan oleh dua faktor; yang pertama, faktor internal penyimpangan norma agama. Kedua, faktor eksternal yang dilakukan penguasa maupun hegemoni barat[5]. Paham radikalisme menyebar karena proses islamisasi dikalangan muda yang berlangsung secara tersembunyi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemahaman agama yang salah, mereka salah menafsirkan akan suatu ayat dalam Al-Quran yang memaknai tentang arti jihad. Mereka menganggap jihad itu adalah berperang, membunuh orang kafir adalah halal, padahal mereka belum memahami konteks kenapa ayat itu diturunkan. Disisi lain pada zaman rasul terdahulu, terdapat masyarakat yang hidup mereka saling menghormati antar agama, saling menghargai dan berkontribusi membangun kota Madinah.

Hasil penelusuran Muhammad Najib Azca, setidaknya ada 3 faktor yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena radikalisme di kalangan kalangan anak muda. Pertama, dinamika sosial politik di fase awal transisi menuju demokrasi yang membuka struktur kesempatan politik (political opportunity structure) yang baru di tengah tingginya gejolak dan ketidakpastian. Kedua, transformasi gerakan radikal Islam yang sebagian memiliki geneologi pada awal kemerdekaan. Ketiga, tingginya angka pengangguran di kalangan kalangan anak muda di Indonesia. Ketiga faktor itulah yang berjalan berkelindan bersama faktor lain sehingga menyebakan radikalisme mendapat tempat yang subur di kalangan generasi muda.[6]  

 Perkembangan radikalisme di Indonesia berangkat dari situasi demokrasi yang tidak stabil sehingga masyarakat menjadikan ideologi radikalisme menjadi alternatif dalam mencari kenyamanan hidup karena kaum radikalis menjanjikan kebutuhan finansial yang memadai untuk para pengikutnya. Selain itu, pemahaman mengenai penyucian diri juga menjadi alasan yang kuat bagi seseorang untuk menganut paham radikalisme. faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya radikalisme di Indonesia adalah sikap tokoh politik yang buruk sehingga situasi demokrasi yang stabil tidak dapat tercapai. Berkembangnya radikalisme di Indonesia secara pesat ini didukung dengan masyarakat yang tidak kokoh pendiriannya dan kurangnya penghayatan terhadap nilai-nilai pancasila.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas penganut agama Islam. Konflik-konflik radikalisme yang kerap terjadi di Indonesia dengan mengatasnamakan agama Islam. Ajaran jihad dalam Islam merupakan salah satu sumber utama terjadinya radikalisme atas nama agama. Institusi pendidikan sangat berpotensi menjadi penyebar paham radikalis dan sekaligus sebagai penangkal (deradikalisasi) penyebaran radikalisme. Lembaga pendidikan keagamaan (lembaga non-formal, seperti pesantren) disinyalir telah mengajarkan fundamentalisme dan radikalisme kepada peserta didik. Tidak hanya lembaga non-formal, belakangan ini sekolah-sekolah formal juga mulai mengajarkan elemen-elemen ajaran radikal. Perntayaan tersebut terbukti dengan dimuatnya berita di Metro TV yang menyatakan terdapat sebuah sekolah di karanganyar yang mengajarkan kepada peserta didik untuk tidak menghormati bendera merah putih saat upacara bendera.

Salah satu berita dari Batam memaparkan bahwa terdapat indikasi adanya sekolah yang tidak mewajibkan hormat kepada bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara setiap hari Senin. Sekolah Dasar itu diketahui berada di Batam. Warga pernah mengaku melihat upcara tersebut. Upacara berlangsung tanpa hormat kepada Bendera Merah Putih, karena dianggap syirik.

Dalam sejarahnya awal dari berbagai gerakan radikalisme di Indonesia berawal dari berbagai kesalahpahaman mengenai ajaran keagamaannya, sehingga menimbulkan pemberontakan-pemberontakan dalam pemerintahan di Indonesia. Berbagai pemberontakan ini sudah ada sejak masa setelah kemerdekaan ditandai dengan gerakan-gerakan yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang dicetuskan oleh S.M Kartosuwiryo dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1942-1962.[7]

Pasca reformasi yang ditandai terbukanya demokrarisasi menjadi awal mula berbagai pendirian kelompok Islam radikal. Fenomena yang sering disandarkan pada umat Islam ini didasari atas paham keagamaan, sekalipun pencetus itu bisa saja lahir atas dasar ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya. Dalam perpolitikan Indonesia, golongan ini kerap semakin membesar pendukungnya. Akan tetapi, terkadang mereka tidak memiliki tujuan yang sama. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa mendirikan Negara Islam, namun ada juga yang memperjuangkan agar terbentuk Negara Islam di Indonesia, tergantung pada sudut pandang dan tujuan gerakan itu didirikan.

Berbagai organisasi yang didirikan juga banyak bentuknya, ada yang dari gerakan ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia serta mengarah pada akademisi dan aktivitas kemiliteran. Walaupun demikian motivasi dari internal mereka beragam, ada yang dari pengaruh luar negeri yang dicontoh, ada juga yang salah memaknai ajaran agamanya. Keberadaan Islam Radikal bukanlah fenomena yang asli terlahir dari Indonesia. Mereka kental dengan pengaruh-pengaruh eksternal dari Timur Tengah. Keberadaan gagasan “Islamisme” yang mereka bawa pun tidak sepenuhnya mencerminkan keindonesiaan, sebagaimana gerakan radikal ISIS saat ini.

 

3.3 Dampak Radikalisme di Indonesia

Akhir-akhir ini di Indonesia banyak sekali kejadian yang dilatarbelakangi radikalisme dan menjadi perbincangan yang menarik yang masih hangat. Radikalisme menjadi masalah yang serius bagi banyak bangsa termasuk Bangsa Indonesia. Sejalan dengan demokrasi dan perpolitikan yang tengah berlangsung yang ditandai dengan  aktivitas-aktivitas radikalisme yang diwadahi ormas-ormas tertentu. Secara tingkatannya, radikalisme di Indonesia sudah jauh melemah daripada masa Orde Lama dan Orde Baru. Namun bukan berarti ini menjadi akhir dari gerakan radikalisme di Indonesia, ketika memasuki masa reformasi gerakan radikalisme mulai muncul lagi karena pemerintah pada masa reformasi memberikan kebebasan kepada warga negara Indonesia untuk mendirikan dan mengikuti berbagai organisasi secara bebas. Akibatnya, gerakan radikalisme mulai dibentuk kembali oleh para mantan anggota radikalisme di zaman dulu untuk meneruskan cita – cita atau tujuan yang ingin mereka capai.

Jika dilihat dari kejadian-kejadian akhir ini, banyak sekali tragedi akibat aksi Radikalisme. Aksi radikalisme di Indonesia kembali muncul di tahun 2001 sejak tragedi WTC dan Pentagon dalam bentuk aksi terorisme yang telah banyak disebarluaskan di berbagai media massa, jurnal, buku, dan lain – lain. Anehnya, pada masa itu banyak orang yang menganggap bahwa radikalisme merupakan salah satu  taktik negara barat untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan di Indonesia terutama umat muslim karena umat muslim dinilai cukup membahayakan posisi mereka. Pada saat peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II, banyak isu yang menyatakan bahwa dalang dibalik peristiwa itu adalah umat muslim. Akibatnya, banyak tokoh muslim yang mengungkapkan bahwa teroris tersebut hanya pemalsuan dari negara barat untuk merusak nama baik umat muslim agar umat muslim dinilai identik dengan Radikalisme dan Terorisme.

Reproduksi jaringan radikal tidak jarang memanfaatkan sikap permisif masyarakat terhadap ideologi radikal yang terjadi di saat persoalan-persoalan struktural; kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan yang semakin menghimpit kehidupan mereka[8]. Peristiwa ini tercermin pada kejadian bom bunuh diri di Mapolres Cirebon pada tahun 2011. Muhammad Syarif, pelaku dari kasus ini merupakan anggota aktif dari Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS) yang pada waktu itu eksis di masyarakat. Kemudian ia direkrut oleh jaringan kelompok radikal untuk menjalankan rencana baru yang dikenal dengan  “istighlayat”, yaitu serangan independen dari kelompok radikal yang lebih besar namun berskala kecil.

Fenomena-fenoma yang didapati dari berbagai gerakan radikalisme secara umum di Indonesia ini menimbulkan beberapa dampak terorisme. Radikalisme memang tidak sama dengan terorisme. Radikalisme lebih terkait dengan model sikap dan cara dalam mengamalkan ajaran keagamaan, sedangkan terorisme secara jelas adalah sebuah tindakan kriminalitas berupa kekerasan fisik ataupun mental untuk tujuan-tujuan tertentu. Terlebihnya lagi, tindakan ini mempengaruhi orang-orang disekitarnya untuk mendukung gerakan tersebut. Jika tidak diberikan dukungan, maka akan diberikan berbagai ancaman, minimal dukungan itu berupa tidak diberitahukannya kepada pihak berwajib mengenai aktivitas-aktivitas mereka.

Aktivitas radikalisme ini sering berujung pada tahapan atau langkah terorisme. Pada umumnya para teroris yang banyak melakukan tindakan penghancuran berupa bom bunuh diri dalam berbagai daerah-daerah tertentu di Indonesia mempunyai paham radikal terhadap berbagai penyebab. Beberapa penyebabnya yaitu :

1.     Sikap tidak toleran

Sikap intoleran ini muncul akibat tidak mau hormat kepada suatu paham atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini menimbulkan kegelisahan dalam diri mereka dan menganggap bahwa paham atau kebijakan itu adalah salah kemudian mempengaruhi orang-orang disekitarnya, dan jika hal ini bertambah parah maka akan mendirikan suatu gerakan-gerakan memberontak berupa radikalisme yang berujung pada terorisme.

 

2.     Sikap fanatik yang salah

Sikap ini berupa merasa dirinya adalah yang palin benar dan selainnya dalah salah. Hal ini salah satu penyebab dari intoleran. Sikap seperti ini seharusnya tidak dibenarkan dalam hal apapun kecuali jika suatu golongan tersebut memang salah dimata hukum pemerintahan dan akidah dalam agama. Akan tetapi bila yang dianggap salah itu hanyalah perbedaan pemikiran biasa dan kesalahpahaman serta sikap intoleran itu cenderung membuat seseorang berbuat tindakan kekerasan, maka itu adalah awal dari tindakan radikalisme.

 

3.     Sikap Revolusioner

Sikap yang cenderung menggunakan kekerasan dengan berbagai cara agar tujuan utamanya tercapai, biasanya sikap ini menimbulkan tindakan-tindakan pemberontakan, terorisme.

3.4 Upaya Mengatasi Radikalisme di Indonesia

            Pemerintah merupakan komponen utama dalam mengatasi perkembangan radikalisme di Indonesia.  Hal ini dikarenakan pemerintah memiliki kuasa penuh dalam pembuatan dan penetapan kebijakan-kebijakan terkait penanggulangan radikalisme di Indoensia untuk menciptakan suasana aman, dan damai di kalangan masyarakat. Keterbatasan pendalaman tentang penyebab radikalisme yang bersifat universal mengharuskan pemerintah untuk turun tangan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Upaya untuk mengatasi perkembangan radikalisme di Indonesia yang dapat dilakukan pemerintah antara lain[9] :

         1         Mempercepat revisi Undang-Undang antri terorisme, yang mengatur hal-hal berikut:

a.      Mengatur kegiatan pembinaan, pencegahan, dan deradikalisasi pelaku teror.

b.     Mempertegas dan memperluas definisi makar, sehingga, WNI yang telah keluar dari wilayah NKRI dan bergabung dengan NIIS (Negara Islam Irak Siria) dapat dianggap makar dan dipidana.

c.      Penindakan terhadap seseorang atau organisasi kemasyarakatan yang menyatakan bergabung dengan kelompok radikal, apalagi kelompok yang telah melaksanakan pelatihan dan distribusi bahan peledak dan alat elektronik untuk tujuan teror.

d.     Menindak kegiatan kelompok teroris didunia maya.

e.      Pengaturan koordinasi lembaga yaitu BPNT, BIN, dan Kepolisian.

f.      Penguatan posisi kepolisian tidak hanya pada tahap penanggulangan tetapi juga pada tahapan pencegahan dan deradikalisasi.

g.     Penuntutan dan pengusutan pelaku terorisme tidak hanya pada perorangan tetapi juga korporasi.

h.     Pencabutan paspor bagi WNI yang bergabung dengan kelompok radikal di luar negeri termasuk mengikuti pelatihan militer.

i.       Mengatur tentang pengawasan terhadap pelaku terorisme yang telah dibebaskan dari tahanan.

 

         2         Penguatan institusi pendidikan. Perbaikan sistem pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi menjadi agenda penting pemerintah. Fenomena radikalisme dikalangan generasi muda mengindikasikan kegagalan lembaga pendidikan dalam menciptakan pendidikan yang menghargai kebergaman dan toleransi. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu melakukan pembenahan terhadap :

a.        Regulasi di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang mempersempit munculnya pikiran radikalisme.

b.       Kurikulum pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

c.        Kompetensi guru agama yang andal mengkampanyekan pentingnya pemahaman agama dalam kehidupak sehari-hari

d.       Penerapan metode pembelajaran aktif.

e.        Pendampingan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan ekstra kurikuler

 

3.       Peraturan yang jelas untuk menindak kegiatan kelompok teroris didunia maya harus disiapkan oleh pemerintah. Cara penyebaran paham radikal di media sosial yang bersifat umum dan menjadi sarana bagi kelompok teroris untuk berbagi ilmu mulai dari cara bergerilya hingga membuat amunisi, bom, dan senjata rakitan dengan menggunakan video,  poster, iklan, berita dan berita. Oleh sebab itu, pengoptimalan manfaat media sebagai sarana kontra wacana, gagasan, dan narasi terhadap paham radikalisme perlu dilakukan oleh Pemerintah.

 

4.       Perbaikan ekonomi masyarakat guna mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dan membuka lapangan kerja. Negara harus mempertegas komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mengintegrasikan seluruh sektor untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran yang didominasi jenjang usia muda.

 

5.       Pengembangan kemitraan dan kerja sama antara Pemerintah dengan tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan. Peran tokoh agama adalah meluruskan pemahaman yang keliru tentang makna jihad dan syahid.

 

6.       Merubah pola deradikalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pendekatan yang tepat. Evaluasi mengenai pola pembinaan nara pidana perlu dilakukan seperti mengubah pendekatan, penanganan dari pendekatan ideologis represif ke pendakatan yang psikologis dan pemberdayaan.

            Meskipun pemerintah dinilai sebagai komponen utama dalam menanggulangani radikalisme yang ada  di Indonesia, namun peran masyarakat luas dan lingkungan sosial tidak dapat diabaikan. Kontribusi masyarakat sangatlah besar baik dalam konteks memutus ideologisasi, mendeteksi keberadaan kelompok radikalisme, maupun dalam mengontrol tindak tanduk jaringan radikalisme. Bahkan, perannya dapat dioptimalkan sebagai sarana melakukan upaya preventif dalam memutus rantai radikalisme sampai ke akarnya. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mencegah adanya radikalisme :

1)                           Melaporkan bila terdapat aktivitas radikalisme kepada pihak yang berwenang. Ini adalah upaya dasar bersifat preventif yang dapat dilakukan masyarakat bila mengetahui adanya radikalisme, sehingga aktivitas radikalisme tersebut tidak dapat terlaksana.

2)                     Memastikan kebenaran informasi yang telah didapat. Penyebaran radikalisme dapat dilakukan dengan melakukan ujaran kebencian maupun berita-berita ynag tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh sebab itu, menyeleksi kebenaran berita yang ada merupakan salah satu pencegahan pemaparan radikalisme kepada masyarakat.

3)                 Memperdalam pemahaman agama. Masyarakat dapat terjerumus ke dalam radikalisme dikarenakan kurangnya pemahaman agama dan pengetahuan yang dimiliki. Ilmu agama merupakan

4)     Melakukan penyelidikan terhadap orang lain yang dicurigai terlibat dalam kelompok radikalisme. Penyebaran radikalisme dimulai dari para orang – orang yang ahli dalam mendoktrin orang lain untuk ikut dalam golongan mereka. Biasanya mereka akan mencuci otak para mangsanya dengan doktrin – doktrin mereka sehingga si korban akan menjadi pengikut kelompok mereka.

 

Dalam upaya pencegahan radikalisme yang berujung pada terorisme, berbagai usaha sudah mulai direalisasikan. Salah satunya adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dalam usaha menanggulangi fenomena radikalisasi dikalangan remaja pelajar digagas workshop sekaligus lomba editing video pendek yang melibatkan pelajar pada tingkat SLTA se-Indoenesia. Teknis pembuatan video tersebut yang berlokasi pada Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta.[10] Tujuan dari pembuatan video pendek ini untuk memberikan motivasi dan menggalang pemuda di Indonesia, membangun daya tangkal dalam penyebaran ideologi yang salah. Harapan dari acara tersebut adalah tumbuhnya jiwa nasionalisme untuk terwujudnya Indonesia yang damai dan toleran. Berbagai aksi dari kalangan pengguna media sosial pun juga ikut menyemarakkan motivasi-motivasi agar tidak terpengaruh paham radikalisme. Dalam berbagai kajian islam sendiri sudah dijelaskan dan diterangkan bahwa paham tersebut adalah salah dan bertentangan dengan ajaran Islam.

            Tidak hanya lembaga pemerintahan saja yang berkewajiban untuk mencegah radikalisme, tetapi semua berhak dan wajib untuk mencegah radikalisme. Berbagai upaya itu bisa dilakukan oleh semua pihak diantaranya adalah dengan memahami ilmu pengetahuan dengan baik dan benar, melakukan aksi sosial berupa memberikan informasi mengenai bahaya radikalisme dan cara mencegahnya, menjaga persatuan dan kesatuan, mendukung aksi perdamaian, berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme, meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan, menyaring informasi yang didapatkan. Semua aktivitas tersebut akan membantu agar tidak terjadi tindakan radikalisme yang berujung pada terorisme sehingga integrasi bangsa akan tetap terjaga.

 

 


BAB IV

PENUTUP

 

4.1    Kesimpulan

Radikalisme merupakan suatu paham yang menginginkan perubahan di berbagai bidang kehidupan secara cepat dengan menggunakan kekerasan. Paham ini bersifat universal, dalam artian dapat mempengaruhi siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Perkembangan radikalisme diawali dengan kondisi sistem demokrasi yang tidak stabil didukung dengan perilaku tokoh politk yang semakin buruk membuat masyarakat menjadikan radikalisme sebagai alternatif dalam mencari kenyamanan hidup. Tindakan-tindakan yang pada dasarnya merugikan bangsa dan negara seperti, korupsi justru gencar dilakukan para elit politik. Hal tersebut tentunya membuat perekonomian Indonesia menurun dan mengakibatkan masyarakat Indonesia sulit untuk memenhi kebutuhan sehari-hari. Permasalahan tersebut   membuat radikalisme semakin mudah diterima oleh masyarakat karena kaum radikalis menjanjikan p1emenuhan kebutuhan finansial kepada setiap pengikutnya.

Gerakan radikalisme yang semakin berkembang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, upaya-upaya pencegahan berkembangnya radikalisme harus segera dilaksanakan. Pemerintah dan masyarakat memiliki peran penting dalam mengatasi perkembangan paham-paham yang mengancam integrasi bangsa termasuk, radikalisme. Salah satu upaya pencegahan berkembangnya radikalisme yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menjadikan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar kurikulum pendidikan di Indonesia. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah memastikan kebenaran informasi yang didapat khusunya informasi yang berkaitan dengan ideologi dan paham-paham yang berasal dari luar serta melaporkanya kepada pihak berwajib apabila menemukan kejanggalan atau tindakan yang mengarah pada radikalisme.

 

4.2     Saran

Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya radikalisme yang berujung pada terorisme harus tetap didukung oleh pemerintah dan direalisasikan dalam kebijakan dan aturan sebagai control check and balance. Selain itu media sosial harus memberikan berita yang bermanfaat tentang bahaya menerima informasi secara mentah-mentah. Hal ini bertujuan agar netizen tidak mudah terpengaruh dan bisa memilah dengan bijak informasi yang didapat.


DAFTAR PUSTAKA

 

Asrori, A. (2015).

Radikalisme Di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas.

Kalam, 9(2), 253-268.  

 

Aminah, S. (2016).

Peran Pemerintah Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme Di Indonesia. Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan, 4(01), 83-101.

 

Annajih, M. Z. H., Lorantina, K., & Ilmiyana, H. (2017).

Konseling Multibudaya dalam Penanggulangan Radikalisme Remaja.

In Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling (Vol. 1, No. 1, pp. 280-291).

 

Azca, M. N. (2013).

Yang Muda, Yang Radikal: Refleksi Sosiologis Terhadap Fenomena Radikalisme Kaum Muda Muslim di Indonesia Pasca Orde Baru. Jurnal Maarif, 8(1), 14-44.

 

Lestari, G. (2016).

Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di Tengah Kehidupan SARA. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 28(1).

 

Pendidikan Nasional, D. (2005). Kamus besar bahasa Indonesia.

 Jakarta: Balai Pustaka.

 

Solahudin. (2011).  NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia.

Jakarta : Komunitas Bambu.

 

Supriadi, E. (2018).

Radikalisme dan Kaum Muda Dalam Perspektif Sosiologi. Living Islam: Journal of Islamic Discourses, 1(1), 69-84.

 



[1] Lestari, G. (2016). Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di Tengah Kehidupan SARA. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 28(1).

[2] Ahmad Asrori. 2015. Radikalisme di Indonesia : Antara Historitas dan Antropisitas. Vol 9, Hlm 257.

[3] Moh. Ziyadul Haq Annajih, Kartika Lorantina, dan Hikmah Ilmiyana. 2017. Konseling Multibudaya dalam Penanggulangan Radikalisme Remaja. Hlm 281.

[4] Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

[5] Ahmad Asrori. Op.Cit. Hlm 259.

[6] Muhammad Najib Azca. Yang Muda, Yang Radikal :Refleksi Sosiologis Terhadap Fenomena Radikalisme Kaum Muda Muslim di Indonesia Pasca Orde Baru. Jurnal Maarif 8(1):14-44.

[7] Solahudin. 2011.  NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu. Hlm 2-3.

[8] Endang Supriadi. 2018. Radikalisme dan Kaum Muda dalam Perspektif Sosiologi. LIVING I Vol. I, Hlm 72.

[9] Sitti Aminah. 2016. Peran Pemerintah Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme di Indonesia. Jurnal Kelitbangan Vol 4. Hlm 93.

[10] Moh. Ziyadul Haq Annajih, Kartika Lorantina, dan Hikmah Ilmiyana. Op.Cit. Hlm 285


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum