MAKALAH || Algoritma dan Pemrograman Pembagian Harta Waris

 

MAKALAH 

Algoritma dan Pemrograman Pembagian Harta Waris



BAB 1

1.1 Latar Belakang

Sebagai mana yang telah disebut dalam komplisasi hukum islam mengenai hukum kewarisan yang berlaku di indonesia. Kompilasi hukum islam menyebutkan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagianya masing-masing. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi pemiliknya maupun hak hak nya, Harta waris adalah harta bawaan bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya biaya pengurusan jenazah (tajhiz) pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

 

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakanh diatas maka rumusan adalah sebagai berikut:

1.     Apa Pengertian dari Ilmu Faraidh

2.     Bagaimana Cara Pembagian Harta Waris

3.     Bagaimana Penerapan Pembagian Harta Waris dalam Flowchart dan Pseudocode

 

1.3  Tujuan Penulisan

1.     Untuk Mengetahui Ilmu Faraidh

2.     Untuk Mengetahui Cara Pembagian Harta Waris

3.     Untuk Mempermudah Pembuatan Program Pembagian Harta Waris

4.     Untuk Membuat Pembagian Harta Waris Menjadi Lebih Efektif dan Efisien

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Ilmu Faraidh

Faraidh adalah bentuk plural Faridhah. Dalam bahasa arab kata faridhah bermakna takaran atau ukuran, kata tersebut merupakan derivative kata fardhu. Dalam syariat ia memiliki definisi “bagian yang sudah ditentukan secara syariat bagi para pemnerima waris”[1].

Secara etimologis, kata al-fardh memiliki beberapa arti, di antaranya sebagai berikut:

1.     Al-qath ‟yang berarti ketetapan atau kepastian. Dalam firman Allah SWT disebutkan yang artinya, “... Sebagai suatu bagian yang telah ditetapkan.” (QS.An-Nisa [4]: 7)

2.     At-taqdir yang berarti suatu ketentuan, seperti firman Allah SWT yang artinya, “... karena itu bayarlah separuh dari (jumlah) yang telah kau tentukan itu...” (QS. Al-Baqarah [2]: 237)

3.     Faraidh juga dapat berarti atha ‟ yang artinya pemberian, seperti orang Arab mengatakan “Sungguh aku telah memperoleh dari padanya suatu pemberian dan bukan pinjaman”[2]

Sedangkan kata mawaris merupakan bentuk jamak dari mirast (irts, wirts, wiratsah dan turats, yang dimaknai dengan mauruts) merupakan harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta pusaka tersebut dinamakan muwarits. Sedangkan yang berhak menerima pusaka disebut warist[3].

 

 


Ilmu faraidh adalah ilmu yang membahas tentang pembagian harta peninggalan kepada yang berhak menerimanya atas dasar ketentuan yang telah ditentukan dalam al-qur’an, hadits, dan kesepakatan ulama[4]. Yaitu ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada yang berhak menerimanya.

Ilmu faraidh mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu sebagai berikut:

a.      pengetahuan tentang siapa saja kerabat yang menjadi ahli waris

b.     pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris

c.      pengetahuan tentang cara menghitung yang berhubungan dengan pembagian harta waris.[5]

 

2.2  Cara Pembagian Harta Waris

Penerima harta waris ada 2 cara, yaitu:

1.     Shahib Al-Fardh

Shahib Al-fardh adalah bentuk tunggal (mufrad), sedangkan bentuk jama’nya adalah Ashab Al-furudh. Shahib Al-fardh adalah ahli waris yang mendapatkan bagian pasti. [6]

2.     Al-Ashabah

Ashabah menurut istilah faraidh adalah ahli waris yang mendapat bagian seluruh harta peninggalan jika seorang atau sekelompok ahli waris yang sama. Dan mendapatkan bagian setelah ahli waris penerima bagian pasti. Ashabah dibagi menjadi 3 yaitu: Ashabah bi An-Nafsi, Ashabah bi Al-Ghair dan Ashabah Ma’ Al-Ghair.

 


·       Ashabah bi An-Nafsi Yaitu ahli waris yang hubungan keturunan dengan mayat tidak melalui perempuan. Secara Berurutan Adalah:

No

Ashabah bi An-Nafsi

1

Anak Laki-laki

2

Cucu laki-laki dan keturunannya

3

Bapak

4

Kakek ke atas

5

Saudara laki-laki sekandung

6

Saudara lak-laki se-ayah

7

Keponakan laki-laki sekandung

8

Keponakan laki-laki yang se-ayah

9

Paman sekandung

10

Paman se-ayah

11

Saudara sepupu sekandung

12

Saydara sepupu yang se-ayah

 

·       Ashabah bi Al-Ghair Yaitu Ahli waris perempuan yang mendapat bagian setengah jika seorang dan mendapat dua pertiga jika dua orangatau lebih, ketika merelka bersama saudara laki-laki mereka.

No

Ashabah bi Al-Ghair

1

Anak perempuan

2

Cucu Perempuan

3

Sdr. Pr. sekandung

4

Sdr Pr. Se-ayah

 

·       Ashabah Ma’ Al-Ghair Yaitu sudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah jika bersamaan dengan anak perempuan atau cucu perempuan.

No

Ashabah Ma’ Al-Ghair

1

Saudara pr. Sekandung

2

Saudara pr. Se-ayah

 


Sumber-sumber pembagian harta waris ada di dalam al-quran, hadits, dan kesepakatan ulama. Berikut sumber-sumbernya:

1.                  Al-qur’an

Yang pertama surat an-nisa ayat 11 yang menerangkan bagian harta waris anak perempuan, anak laki-laki, ayah kandung, dan ibu kandung. Berikut ayatnya:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً

Artinya:

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya fauqotsnataini (maksudnya dua keatas), maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh 1/2 (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat 1/3. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat 1/6. (pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di Antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa : 11)[7]

 


Yang kedua, surat an-nisa ayat 12 menerangkan bagian harta waris Suami, Istri, Sudara laki-laki/perempuan seibu, saudara perempuan sekandung/seayah, dan saudara laki-laki sekandung/seayah. Berikut ayatnya:

ولَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Artinya:

“Dan bagianmu (suami-suami) adalah 1/2 dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh 1/4 harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu 1/6 harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang 1/3 itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah di bayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An-Nisaa : 12)[8]

 

 

2.     Hadits


·       Yang didahulukan para shahib al-fardh(penerima bagian pasti) dulu baru ashabah

ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى رجل ذكر

Artinya: “Berikanlah bagian-bagian itu (harta warisan) kepada keluarganya yang berhak (mendapatkannya), jika masih ada yang tersisa maka yang utama mendapatkannya adalah lelaki terdekat (asabah).” (Muttafaqun ‘alaihi)[9]

·       Bagian harta waris untuk cucu perempuan

قَضَى النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّدُسَ لِبِنْتِ الاِبْنِ مَعَ بِنْتِ الصُّلْبِ

Artinya: “ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari )[10]

·       Bagian harta waris untuk kakek

عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِفَرِيضَةٍ فِيهَا جَدٌّ فَأَعْطَاهُ ثُلُثًا أَوْ سُدُسًا

Artinya: dari Abu Ishaq dari 'Amru bin Maimun dari Ma'qil bin Yasar Al Muzani, ia berkata; "Aku mendengar Rasulullah saw. didatangi oleh seseorang yang menanyakan pembagian harta warisan yang di dalamnya terdapat seorang kakek dimana ia memberi sepertiga atau seperenam." (H.R. Ibnu Majah) [11]

 

 


·       Bagian harta waris untuk nenek

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَّثَ جَدَّةً سُدُسًا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdul Wahhab telah menceritakan kepada kami Salam bin Qutaibah dari Syarik dari Laits dari Thawus dari IbnuAbbas"Sesungguhya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi bagian warisan kepada nenek seperenam." (H.R. Ibnu Majah).[12]

 

2.3  Penerapan Pembagian Harta Waris Menggunakan Flowchart Dan Harta Waris

            Berikut bentuk Flowchart dari pembagian harta waris:

 



 Berikut bentuk pseudocode dari pembagian harta waris:

 

Start

Input “Ahli Waris”

Switch (Ahli Waris)

Case 1 : Istri {If (istri/janda ada anak/cucu Println “1/8 Bagian”);

                        Else if (istri/janda tidak ada anak/cucu Println “1/4 Bagian”); } Break;

Case 2 : Suami {If (Suami/duda ada anak/cucu Println “1/2 Bagian”);

                        Else if (Suami/duda tidak ada anak/cucu Println “1/4 Bagian”); }Break;

Case 3 : Anak Perempuan{If (sendirian Println “1/2 Bagian”);

                        Else if (dua anak perempuan tidak ada anak laki-laki Println “2/3 Bagian”);

                        Else if (ada anak laki-laki Println “Ashabah”); } Break;

Case 4 : Anak Laki-laki println “Ashabah”; Break;

Case 5 : Ibu Kandung{If (Ada Anak, Cucu, Tidak ada 2 Saudara/lebih, tidak ada ayah  kandung Println “1/6 Bagian”);

                        Else if  (Bila tidak ada anak,cucu, dua saudara/lebih, ayah kandung Println “1/3 Bagian”);

                        Else if (Tidak ada anak, cucu, dua saudara/lebih, tetapi ada ayah kandung Println “1/3 Bagian sisa setelah diambil istri/janda atau suami/duda); } Break;

 

Case 6 : Ayah Kandung {If (ada anak/cucu Println “1/6 bagian”);

                        Else if (sendirian Println “1/3 bagian”);} Break;

Case 7 : Saudara perempuan/laki-laki seibu{If (sendirian Println “1/6 bagian”);

            Else if (ada anak, cucu, ayah kandung println “tidak ada bagian”);

            Else if (2 orang/lebih, tidak ada anak,cucu,ayah kandung println “1/3 Bagian”);} Break;

Case 8 : Saurada perempuan sekandung/seayah {If (sendirian println “1/2 Bagian”);

                        Else if (2 orang/lebih tidak ada anak,cucu, ayah kandung Println “2/3Bagian”);

                        Else if (ada anak,cucu, ayah kandung Println “Tidak mendapat bagian”);

                        Else if (ada saudara laki-laki sekandung Println “Ashabah”);} Break;

Case 9 : Saudara Laki-laki sekandung/seayah {If (ada anak, cucu, ayah kandung Println “Tidak ada Bagian”);

                        Else if (sendirian/bersama saudara lain, tidak ada anak, cucu, ayah kandung Println “Ashabah”); } Break;

 

Case 10 : Cucu Laki-laki {If (Masih ada anak laki-laki Println “Tidak mendapat bagian”);

                        Else if (Tidak ada anak laki-laki Println “Ashabah”); } Break;

Case 11 : Cucu Perempuan {If (Ada anak perempuan Println “Tidak mendapat Bagian”);

                        Else if (ada anak perempuan,tidak ada anak laki-laki Println “1/6 bagian”);

                        Else if (Sendirian Println “1/2 Bagian”);

                        Else if (dua cucu perempuan/lebih Println “2/3 Bagian”);

                        Else if (ada cucu laki-laki Println “Ashabah”); } Break;

Case 12 : Kakek {If (Ada Ayah Println “Tidak Mendapat Bagian”);

            Else if (Tidak ada ayah saja Println “1/6 Bagian”);

            Else if (bersama dua orang saudara kandung laki-laki, atau empat saudara kandung perempuan, atau seorang saudara kandung laki-laki dan dua orang saudara kandung perempuan Println “1/3 Bagian”);

            Else if (Tidak ada ayah, anak laki-laki, cucu laki-laki Println “ Ashabah”);} Break;

Case 13 : Nenek {If (Masih ada Ibu Println “Tidak mendapat bagian”);

            Else if (Tidak ada Ibu Println “1/6 Bagian”); } Break;

 

End

  

 BAB III

KESIMPULAN

 

Ilmu Faraidh, berasal dari kata Faridhah yang berarti takaran. Ilmu Faraidh adalah ilmu yang membahas tentang pembagian harta waris kepada ahli waris, atas dasar ketentuan dari Al-Qur’an dan Hadist. Pembagian harta waris ini bertujuan untuk meneruskan hasil dari kepemilikan yang sudah ditinggal oleh orang yang meninggal. Pembagian ini memiliki keutamaan sebagai pengganti generasi sebelumnya untuk dilanjutkan perjuangannya oleh generasi penerusnya.

Cara membagikan harta waris dapat dilakukan dengan berkonsultasi kepada KUA terdekat, namun keluarga bisa menentukannya sendiri jika memiliki ilmunya. Caranya adalah dengan membayar utang-piutang, keperluan kubur, wasiyat terlebih dahulu. Kemudian menentukan bagian-bagian Dzawil Furud (yang sudah pasti ditentukan bagian warisnya) baru setelah itu menentukan Ashabahnya (yang mendapat bagian habis sisanya). Sumber pembagiannya pun sudah ditentukan dalam beberapa surat di Al-Quran dan Hadist.

Penerapan pembagian harta waris dengan pseudocode dan flowchart dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah urusan pembagian harta waris. Hal semacam ini bisa dibuat pemrograman, dan hasilnya bisa digunakan secara efektif dan efisien untuk menerapkan hukum-hukum islam dalam pembagian harta waris. Pembuatan flowchart bisa dibuat dengan Microsoft Visio, sedangkan Pseudocode bisa diketik aplikasi mana saja. Hasil dari Flowchart dan Pseudocode ini untuk mempermudah perencanaan pembuatan program nantinya.

 

  

Daftar Pustaka

Damrah,Muhammad Khair. 2011. Hukum Kewarisan Islam menurut Ajaran Suni, Bandar Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung.

Hasby, Muhammad Ash-Shiddieqy. 2010. Fiqih Mawaris Semarang: pustaka rizki putra.

Syarkun, Syuhada. 2016. Menguasai Ilmu Fara’idh Jakarta: Pustaka Syarkun, 2016.

http://rizalcahayaakbarcom.blogspot.com/2016/09/makalah-pembagian-waris-faraidh.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018.

http://repository.radenintan.ac.id/1598/3/BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal 1 November 2018.

http://www.aafahru.esy.es/faraidh/dalil-dalil-warisan-di-dalam-al-quran-dan-hadits/. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018.

http://www.jadipintar.com/2013/08/Ayat-dan-Hadits-Sumber-Rujukan-Pembagian-Waris-Secara-Islam.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018



[1] http://rizalcahayaakbarcom.blogspot.com/2016/09/makalah-pembagian-waris-faraidh.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018.

[2] Muhammad Dhamrah Khair, Hukum Kewarisan Islam menurut Ajaran Suni, (Bandar Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2011) hlm. 13

[3] Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy, Fiqih Mawaris (Semarang: pustaka rizki putra, 2010) hlm. 5.

[4] Syuhada Syarkun, S. Ag., M.HI, Menguasai Ilmu Fara’idh (Jakarta: Pustaka Syarkun, 2016) hlm. 1

[5] http://repository.radenintan.ac.id/1598/3/BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal 1 November 2018.

[6] Syuhada Syarkun, S. Ag., M.HI, op.cit., hlm. 19

[7] http://www.aafahru.esy.es/faraidh/dalil-dalil-warisan-di-dalam-al-quran-dan-hadits/. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018

[8] Ibid.,

[9]  http://www.jadipintar.com/2013/08/Ayat-dan-Hadits-Sumber-Rujukan-Pembagian-Waris-Secara-Islam.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018

[10] Ibid.,

[11] Ibid.,

[12] Ibid.,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum