MAKALAH : SURVEILANS KESEHATAN HAJI
MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT
SURVEILANS KESEHATAN HAJI
PELAKSANAAN SISTEM SURVEILANS
KESEHATAN HAJI DI DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan data dan informasi kesehatan,
diperlukan sistem Surveilans Kesehatan secara nasional agar tersedianya data
dan informasi secara teratur, berkesinambungan, serta valid sebagai bagian dari
proses pengambilan keputusan dalam upaya kesehatan, baik lokal maupun
internasional, serta memberikan kontribusi terhadap komitmen global. Surveilans
Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap
data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah
kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Salah
satu sasaran surveilans kesehatan adalah kesehatan matra. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No. 61 Tahun 2013 tentang kesehatan matra, pengertian
kesehatan Matra adalah upaya kesehatan dalam bentuk khusus yang diselenggarakan
untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang serba berubah secara bermakna, baik di lingkungan darat, laut,
maupun udara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1215/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman kesehatan matra pasal 1 menyebutkan
bahwa kesehatan matra adalah bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang
serba berubah. Surveilans kesehatan matra paling sedikit meliputi surveilans
kesehatan haji, surveilans pelayaran dan lepas pantai, dan surveilans kesehatan
penerbangan dirgantara.
Fungsi
dasar Surveilans Kesehatan tidak hanya untuk kewaspadaan dini penyakit yang
berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), tetapi juga sebagai dasar
perencanaan dan pengambilan keputusan program kesehatan jangka menengah dan
jangka panjang. sehingga, hendaknya pelaksanaan Surveilans Kesehatan mencakup
seluruh pelaksanaan program di bidang kesehatan yang membutuhkan pengamatan
terus menerus, analisis dan diseminasi informasi.
Ibadah
haji adalah ibadah yang berupa aktivitas fisik dalam waktu lama (sekitar 30
hari) di Arab Saudi. Indonesia adalah Negara terbanyak yang mengirimkan jemaah
haji ke Arab Saudi. Hal ini karena Indonesia adalah salah satu Negara dengan
jumlah muslim terbesar di dunia. Jemaah
haji asal Indonesia berisiko tinggi tertular penyakit menular endemis di Arab
Saudi atau dari jemaah Negara lain. Saat ini jemaah haji membutuhkan waktu
tunggu keberangkatan haji yang sangat lama sekitar 17 tahun. Waktu tunggu yang
relatif lama ini menyebabkan jemaah haji didominasi oleh golongan lanjut usia.
Jemaah lanjut usia merupakan faktor risiko kesehatan haji karena lemahnya
kekuatan fisik, mudah terserang penyakit, sulit beradaptasi dengan lingkungan,
dan banyaknya penyakit degeneratif yang diderita (DepKes RI, 2010).
Penyakit yang menjadi perhatian utama yang berhubungan dengan pelaksanaan
ibadah haji adalah Meningitis meningokokus yang merupakan penyakit pada manusia
yang menyerang lapisan selaput otak atau meninges yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria Meningitidis, penyakit ini dapat menyerang semua umur dari bayi
sampai lanjut usia, meningitis bakterial terjadi pada kira-kira 3 kasus per
100.000 orang, data dari WHO menyebutkan di tahun 2012 terdapat 5.300 terduga
meningitis dan 530 kematian akibat penyakit meningitis meningokokus di Burkina
Faso yang merupakan daerah endemis Meningitis Meningokokus yang dikenal dengan
sebutan “Sabuk Meningitis” (WHO, 2013).
Masalah kesehatan lain yang dihadapi adalah terjadinya kasus Corona
virus pada April 2012, corona virus menyebabkan penyakit pernafasan yang
dilaporkan Arab Saudi sehingga disebut MERS CoV (Middle East Respiratory
Syndrome Corona Virus). Data dari WHO menyebutkan bahwa sejak April 2012 sampai
8 Mei 2014 terdapat 536 konfirmasi laboratorium kasus infeksi pada manusia
dengan Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) termasuk 145
orang meninggal dan penyakit ini telah menyebar ke berbagai negara selain
negara-negara di Timur Tengah seperti Perancis, Jerman, Yunani, Italia,
Inggris, Amerika Serikat, Philipina dan Malaysia dengan masing- masing 1
konfirmasi laboratorium kasus MERS-CoV (WHO, 2013).
Salah satu kegiatan surveilans yang dilakukan pada saat jamaah haji
datang setelah melaksanakan ibadah haji adalah pemeriksaan suhu tubuh Jamaah
Haji ketika tiba di tanah air sebagai upaya identifikasi gejala awal penyakit
meningitis meningokokus maupun MERS-CoV sehingga penyebaran lebih luas dapat
dicegah. Masalah kesehatan lainnya adalah jumlah jamaah haji yang berangkat
dengan risiko tinggi sebanyak 519 orang atau 48% dari total 1.096 jamaah haji
Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2013 (KKP Kelas III Palangkaraya, 2013).
Tujuan umum penelitian adalah mengevaluasi kegiatan surveilans kesehatan
haji di embarkasi haji an. Tujuan khusus mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
surveilans kesehatan haji berdasarkan tahapan kegiatan surveilans oleh KKP
kelas III Palangkaraya, mengevaluasi kegiatan surveilans kesehatan haji
berdasarkan atribut sistem surveilans oleh KKP kelas III Palangkaraya,
mengetahui hambatan pelaksanaan kegiatan surveilans kesehatan haji oleh KKP kelas
III Palangkaraya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana pengertian dari kesehatan mantra dan kemantraan dari kesehatan haji ?
1.2.2. Mengapa perlu diadakannya
surveilans haji?
1.2.3. Apa saja penyakit yang
beresiko dalam kesehatan haji?
1.2.4. Bagaimana data surveilans
kesehatan haji di Kota Surabaya?
1.2.5. Apa saja kelompok yang
beresiko tinggi hingga rendah dalam surveilans haji
1.2.6. Bagaimana upaya pencegahan
dan tindakan pengecekan kesehatan secara berkala?
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian
kesehatan mantra dan kematraan dalam kesehatan haji
1.3.2. Untuk mengetahui pentingnya
surveilans haji
1.3.3. Untuk mengetahui penyakit
yang beresiko dalam kesehatan haji
1.3.4.
Untuk mengetahui data surveilans kesehatan haji di Kota Surabaya
1.3.5. Untuk mengetahui kelompok
yang beresiko tinggi hingga rendah dalam penyakit pada data surveilans haji
tersebut
1.3.6. Untuk mengetahui upaya
pencegahan dan tindakan pengecekan kesehatan secara berkala
1.4 Manfaat
Hasil analisis ini dapat dijadikan
pedoman untuk pembaca dan instansi yang membutuhkan dan dapat dijadikan bahan
perbaikan sistem surveilans pada instansi tersebut.
Hasil
analisis ini dapat dijadikan bahan untuk penelitian lain yang ingin melakukan
penelitian lanjut atau sejenisnya.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Kesehatan Matra dan Kematraan Ibadah Haji
Kesehatan Matra adalah upaya kesehatan
dalam bentuk khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan
mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang serba berubah secara
bermakna, baik di lingkungan darat, laut, maupun udara. Jenis kesehatan Matra
meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air, serta kesehatan
kedirgantaraan. Kesehatan haji merupakan salah satu dari cakupan kesehatan
lapangan. Kesehatan haji dan umrah merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap jemaah haji dan umrah
serta pihak petugas yang terkait, mulai dari perjalanan pergi, selama di Arab
Saudi, pulang dari Arab Saudi sampai dengan 2 (dua) minggu setelah tiba kembali
ke tanah air. Kesehatan Haji termasuk dalam kesehatan Matra oleh karena
kematraan (perubahan lingkungan) dari lingkungan di Tanah Air Indonesia sampai
ke Arab Saudi tempat pelaksanaan ibadah haji. Perubahan lingkungan tersebut
meliputi perubahan iklim Indonesia yang memiliki 2 musim menjadi 4 musim di
Arab Saudi, sehingga keadaan udara menjadi lebih gersang, hal ini juga yang
dapat memicu masalah kesehatan Jamaah Haji. Selain itu suhu udara Arab Saudi
pada musim panas dapat mencapai 41°c sehingga dapat menyebabkan adanya sengatan
panas bagi jemaah haji yang tidak terbiasa dengan suhu udara yang tinggi. Maka
dari adanya perbedaan ini diperlukan adanya pemantauan kesehatan haji melalui
sistem surveilans kesehatan haji.
2.2 Perlunya Diadakannya Surveilans Haji
Ibadah haji dilaksanakan kaum muslim
dan muslimah dari seluruh penjuru dunia yang terdiri dari berbagai suku dan
bangsa. Jamaah haji memiliki latar belakang penyakit endemis dan epidemi
masing-masing, sehingga memiliki resiko terjadi penularan penyakit antar jamaah
haji terutama penyakit menular. Penyakit yang beresiko menular antara lain
meningitis, TBC, hepatitis, diare, kholera, influenza dan lain-lain. Penyakit
baru yang perlu diwaspadai menular saat melakukan ibadah haji yaitu MERS CoV
dan Virus Ebola.
Kesehatan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, jamaah haji dengan waktu tunggu
keberangkatan yang lama menyebabkan banyak permasalahan kesehatan yang dapat
terjadi pada jamaah haji. Kesehatan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,
jamaah haji dengan waktu tunggu keberangkatan yang lama menyebabkan banyak
permasalahan kesehatan yang dapat terjadi pada jamaah haji. Penyelenggaraan
pelayanan dan pembinaan kesehatan haji diperlukan mekanisme pencatanan dan
pelaporan informasi kesehatan jamaah haji secara cepat, tepat dan
berkesinambungan yang terkoordinasi dengan sistem. Kesehatan merupakan modal
utama untuk kelancaran pelaksanaan ibadah haji.
Kegiatan
ibadah haji merupakan kegiatan dengan kumpulan banyak individu, sehingga
berpotensi untuk terjadi transmisi epidemi penyakit rawan di tempat hai,
sehingga perlu diterapkan kegiatan sistem surveilans kesehatan haji. Sistem
surveilans kesehatan haji diperlukan untuk memantau tren penyakit khususnya
penyakit meningitis, meningokokus dan penyakit menular potensial wabah
berdasarkan orang, tempat dan waktu menggunakan data prevalensi serta
menyediakan informasi untuk tindakan perencanaan pelayanan kesehatan dan
pencegahan, sehingga sistem surveilans merupakan unsur penting dalam pencegahan
penularan penyakit sebagai bagian dari Sistem Kewaspadaan Dini (SKD).
2.3 Penyakit yang Beresiko dalam Kesehatan Haji
Kesehatan adalah modal utama bagi
setiap Jamaah haji yang harus tetap terpelihara sejak awal perjalanan hingga
selesai menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu setiap Jamaah haji perlu
menyiapkan diri agar memiliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya
agar prosesi ritual peribadatan dapat dilakukan dengan maksimal. Perjalanan
haji bukanlah perjalanan biasa karena penuh risiko kesehatan yang dapat
mengganggu pelaksanaan ibadah haji. Berikut merupakan penyakit yang beresiko
dalam kesehatan haji:
1.
Heat
Stroke
Masalah kesehatan yang terjadi pada
jamaah calon haji akibat paparan cuaca panas yang ekstrim di Arab Saudi,
diakibatkan oleh terjadinya dehidrasi atau kekurangan cairan yang dapat
menimbulkan heat stroke atau memperburuk penyakit yang telah diderita sejak
dari tanah air, bahkan dapat menimbulkan kematian. Selama musim haji terjadi
pada saat cuaca panas (bulan Juli – Oktober), maka risiko terjadinya heat
stroke pada jamaah haji akan selalu ada. Tingginya angka kematian jamaah haji
pada kondisi cuaca panas yang ekstrim akibat heat stroke semestinya bisa
dicegah dengan perilaku pencegahan yang baik, ditunjang dengan perilaku sehat
yang lain.
2.
Penyakit
kencing manis (Diabetes/DM)
Gejala-gejala penyakit kencing manis
adalah badan lemas, mata berkunang-kunang, sering mengantuk, keluar keringat
dingin, banyak makan, banyak minum, dan sering kencing. Bagi jamaah haji yang
menderita penyakit kencing manis harus rutin berkonsultasi dengan dokter
(dianjurkan tiga kali seminggu, terutama saat di Arab Saudi) dan meminum obat
sesuai anjuran dokter. Lakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) secara
rutin (dua kali dalam seminggu), makan dan minum yang cukup dan bergizi, dan
beristirahat/tidur yang cukup (6-8 jam perhari).
3.
Penyakit
darah tinggi (Hipertensi).
Jamaah Haji yang memiliki tekanan
darah lebih dari 140/90 mmHg dikelompokan sebagai jamaah haji dengan penyakit
hipertensi atau darah tinggi. Pada sebagian orang, penyakit darah tinggi sering
tidak bergejala. Namun secara umum, gejala penyakit hipertensi adalah sakit
kepala dibagian tengkuk, telinga berdengung, dan jantung berdebar-debar. Salah
satu pemicu terjadinya hipertensi adalah kurangnya istirahat atau kurang tidur.
Jamaah haji yang memiliki penyakit hipertensi agar membatasi makan yang asin,
hindari stress, dan berhenti merokok.
4.
Penyakit
Jantung Koroner (PJK)
Artinya yang dimaksud penyakit
jantung koroner adalah tersumbatnya pembuluh darah jantung karena penimbunan
lemak. Faktor risiko atau hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit jantung
koroner adalah tekanan darah tinggi, obesitas/kegemukan, kolesterol tinggi
(hiperkolesterolemia), diabetes melitus, merokok, kurang gerak atau kurang
olahraga/aktivitas fisik, serta Jemaah Haji dengan usia lanjut. Jamaah haji
dengan PJK kadangkala tidak memiliki gejala apa-apa. Gejala PJK di antaranya
adalah sering merasa cepat lelah dan mengalami sesak napas ketika beraktivitas,
nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan, atau rasa panas di ulu hati.
5.
Penyakit
Payah Jantung.
Penyakit payah jantung adalah
penyakit dimana jantung tidak mampu untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi. Faktor risiko
atau hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya atau memperberat penyakit payah
jantung adalah jamaah jaji dengan penyakit hipertensi, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus, perokok, dan jamaah haji dengan nilai kolesterol
tinggi. Jamaah haji dengan penyakit ini dituntut untuk memiliki gaya hidup
sehat, mengkonsumsi makanan sehat (perbanyak makan sayur dan buah-buahan),
hindari aktivitas yang berlebihan, dan jangan merokok.
6.
Penyakit
Paru Menahun (PPM)
Penyakit Paru Menahun (PPM) adalah
penyakit paru yang telah berlangsung lama atau menahun yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif atau cepat.
Faktor risiko dari penyakit paru menahun adalah kebiasaan merokok, debu
dan bahan kimia (alergen), polusi udara,
dan infeksi paru berulang. Gejala penyakit paru menahun antara lain batuk
berdahak dan sesak nafas terutama bila beraktivitas. Penderita PPM akan
mengalami sesak napas yang semakin lama semakin bertambah berat. Penyakit ini
sering meningkat/timbul pada usia di atas 40 tahun.
7.
Gangguan
Stress.
Gangguan stres adalah gangguan
perasaan saat menghadapi stressor (pemicu stres) baik yang bersifat fisik,
mental, maupun spiritual. Pemicu stres jamaah haji di Arab Saudi antara lain
situasi baru, lautan manusia, beda budaya dan kebiasaan, perbedaan cuaca yang
ekstrim, letak hotel yang jauh dari Masjidil Haram, naik turun kendaraan umum
(bus pengangkut jamaah haji), kegiatan fisik yang sangat padat, terpisah dari
rombongan dan keluarga, serta mengalami antrian yang panjang dan berdesak-desakan.
Beberapa gejala yang sering muncul pada jamaah haji yang mengalami stress
antara lain adalah cemas, takut, sedih, bingung, berdebar-debar, sulit tidur,
tidak semangat, mudah tersinggung, mudah marah, kecewa, jengkel, merasa tidak
berdaya, ragu-ragu, curiga atau menyendiri.
Cara yang perlu dilakukan oleh
jamaah haji agar terhindar dari stress antara lain dengan istirahat yang cukup,
senantiasa bersikap ikhlas, selalu optimis, berpikir positif, melakukan gaya
hidup sehat, memiliki teman cerita, dan menjaga perasaan agar selalu gembira
misalnya dengan bercanda dan tertawa tidak berlebihan.
8.
Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
ISPA adalah penyakit batuk yang
ditandai dengan napas cepat dan sesak napas. Gejalanya adalah batuk terus
menerus, nyeri tenggorokan, dan demam. Pencegahan yang dapat dilakukan agar
tidak terjadi ISPA adalah menggunakan masker yang dibasahi, minum air yang
cukup dan sesering mungkin agar saluran pernafasan dan sekitarnya tetap lembab,
hindari kontak dengan penderita batuk, kunjungi dokter bila batuk.
9.
Diare.
Diare adalah penyakit dengan
ditandai dengan buang air besar (BAB) yang frekuensinya lebih sering
dibandingkan dengan biasanya. Pada umumnya diare terjadi karena makanan yang
dikonsumsi atau alat makan yang digunakan tercemar virus atau bakteri.
Gejala penyakit diare antara lain
sakit perut, mulas, buang air besar sering dan encer (lebih dari 3 kali
per-hari), lemas, mual, dan pusing. Diare dapat dicegah melalui cuci tangan
sebelum makan dengan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum makan atau
sesudah melakukan aktivitas termasuk BAB, dan menghindari makan makanan yang
pedas dan asam. Jamaah Haji harus hati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Segera
konsumsi makanan yang disediakan agar tidak kadaluarsa (tidak boleh lebih dari
4 jam). Untuk menjaga kebersihan, maka Jemaah Haji harus membuang sampah di
tempat sampah.
10.
Kelelahan.
Kelelahan merupakan kondisi yang
ditandai oleh adanya keletihan, kejenuhan, ketegangan otot, serta perubahan
dalam kebiasaan makan dan tidur. Untuk mencegah terjadinya kelelahan, maka
Jamaah Haji harus istirahat/tidur yang cukup (6 – 8 Jam setiap hari). Kurangi
kegiatan yang tidak perlu dan banyak menguras tenaga. Persiapkan fisik untuk
kegiatan ibadah haji pada Armina (saat wukuf dan melontar jumrah). Bila jamaah
haji lelah sebaiknya jangan memaksakan diri melaksanakan kegiatan ibadah yang
bukan rukun dan/atau wajib haji.
2.4 Data Surveilans Kesehatan Haji di Surabaya
No |
Risiko |
F |
% |
1. |
Sehat |
697 |
33 |
2. |
Memiliki Risiko Tinggi |
1428 |
67 |
Jumlah |
2125 |
100 |
Sumber: Data Primer Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2014
Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa data jamaah haji yang memiliki risiko kesehatan
sebanyak 1.428(67%) jamaah dan jamaah yang sehat sebanyak 697 (33%).
No. |
Umur |
F |
% |
1. |
< 19
tahun |
3 |
0 |
2. |
20 - 29
tahun |
47 |
2 |
3. |
30 - 39
tahun |
214 |
10 |
4. |
40 - 49
tahun |
534 |
25 |
5. |
50 - 59
tahun |
763 |
36 |
6. |
60 - 69
tahun |
564 |
27 |
Jumlah |
2125 |
100 |
Sumber: Data Primer Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2014
Berdasarkan tabel golongan umur jamaah haji,
dapat dilihat kelompok jamaah haji
terbanyak yang melaksanakan ibadah haji adalah golongan umur 50-59 tahun
dengan jumlah orang sebanyak 763 (36%) jamaah. Golongan umur Jamaah haji yang
berusia 60 tahun yang perlu menjadi perhatian karena merupakan kelompok umur
yang memiliki risiko masalah kesehatan. Kelompok jamaah haji berusia 60 tahun
berjumlah 564 (27%) jamaah. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
risiko terjadinya kematian pada jamaah haji tertinggi banyak terjadi pada umur
≥ 60 tahun dan angka kematian tersebut meningkat seiring pertambahan umur
jamaah
No. |
Jenis
kelamin |
F |
% |
1. |
Laki-laki |
987 |
46 |
2. |
Wanita |
1138 |
54 |
Jumlah |
2125 |
100 |
Sumber: Data Primer Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2014
Jumlah jamaah haji kota Surabaya
pada tahun 2014 terbanyak adalah jamaah haji perempuan dengan jumlah 1.138(56%)
jamaah. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa risiko terjadi
kematian lebih dominan terjadi pada jemaah haji laki laki. Jenis kelamin jamaah
haji digunakan untuk mengetahui risiko kesehatan yang mungkin saja bisa terjadi
selama perjalanan ibadah haji.
No. |
Pemeriksaan Kehamilan |
F |
% |
|
Positif hamil |
0 |
0 |
|
Negatif hamil |
640 |
56 |
3. |
Tidak diperiksa |
498 |
44 |
|
Jumlah |
1138 |
100 |
Sumber: Data Primer Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2014
Dari total 1138 jemaah haji berjenis
kelamin wanita, namun hanya 640 yang diperiksa. Hal ini dikarenakan sebanyak
498 jemaah wanita sudah mengalami menopause. Dari data didapatkan tidak ada
wanita yang positif hamil. Pemeriksaan status kehamilan penting dilakukan
karena kehamilan berisiko untuk tertular penyakit meningitis. Apabila ada ibu
hamil yang akan berhaji harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu
pada saat berangkat dari embarkasi usia kehamilan sekurang-kurangnya 14 minggu
dan sebanyak-banyaknya 26 minggu. Karena usia kehamilan tersebut tidak
tergolong kehamilan risiko tinggi baik bagi janin dan ibu.
No. |
Kategori |
F |
% |
|
Mandiri |
697 |
33 |
|
Observasi |
1375 |
65 |
|
Pengawasan |
53 |
2 |
|
Tunda |
0 |
0 |
|
Jumlah |
2125 |
100 |
Dari hasil pemeriksaan pertama dan
kedua status jamaah haji terbanyak adalah jamaah dengan status observasi sebesar
1375 (65%). Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti kegiatan ibadah haji dengan bantuan alat dan atau obat. Jamaah haji
yang berstatus mandiri sebanyak 697 (33%). Jamaah haji mandiri adalah jamaah
haji yang memiliki kemampuan mengikuti kegiatan ibadah haji tanpa tergantung
pada bantuan alat dan atau obat dan orang lain. Jamaah haji pengawasan adalah
jamaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti kegiatan ibadah haji dengan
bantuan alat dan atau obat dan orang lain.
NO. |
Kode ICD X |
Hasil Pemeriksaan Kedua |
F |
% |
|
Z00 |
General examination and
investigation of persons without complaintor reported diagnosis |
567 |
27 |
|
I10 |
Essential (primary) hypertension |
547 |
26 |
|
R54 |
Senility |
418 |
20 |
|
E11 |
Non-insulin-dependent diabetes
mellitus |
245 |
11 |
|
E78 |
Disorders of lipoprotein
metabolism and other lipidaemias |
226 |
10 |
|
E88,9 |
Metabolic disorder, unspecified |
122 |
6
|
|
Jumlah |
|
2125 |
100 |
Dari tabel, didapatkan 5 penyakit terbanyak yang diderita jamaah haji di Kota Surabaya diketahui bahwa penyakit terbanyak adalah penyakit hipertensi dengan jumlah penderita 547 (26%) jamaah. Penyakit kedua terbanyak adalah dementia (senility) sebanyak 418 (20%)jamaah. Penyakit ketiga adalah diabetes mellitus non insulin sebanyak 245 (11%)jamaah. Jamaah yang sehat hanya berjumlah 567(27%) dari total jamaah pada tahun 2014 adalah 2125 jamaah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan selama 5 tahun berturut-turut penyakit yang paling banyak diderita oleh jamaah haji Iran adalah hipertensi. Penyakit hipertensi sangat umum terjadi pada populasi kebanyakan dengan prevalensi 10 sampai 20 persen.
2.5. Kelompok Usia yang Berisiko Tinggi dan Rendah dalam Surveilans Haji
Sedangkan dari data pemeriksaan
tahap kedua, kelompok risiko tinggi terdapat pada risti merah yaitu jemaah haji
yang berusia lebih dari atau sama dengan 60 tahun dan memiliki penyakit. Jemaah
dengan risti merah sebesar 496 orang (23%). Sedangkan kelompok risiko rendah
ditemukan sebesar 11 (1%) yaitu golongan usia lebih dari atau sama dengan 60
tahun dan tidak ada penyakit. Kelompok tersebut ditandai dengan risti hijau.
Kelompok rendah lainnya ditandai dengan non risti yaitu golongan usia kurang
dari 60 tahun dan tidak memiliki penyakit sebesar 615 (29%). Sedangkan, risti
terbanyak ditemukan pada risti kuning yaitu sebesar 1030 (48%).
2.6. Upaya Promotif dan Preventif Kesehatan Jamaah haji
1)
Tim
Promotif Preventif
Untuk penguatan promotif preventif
kesehatan pada Jemaah haji, sejak tahun 2016 dibentuklah Tim Promotif Preventif
(TPP) yang merupakan implementasi pembinaan kesehatan bagi jemaah haji agar
jemaah haji tetap sehat. Konsep dibentuknya TPP, selain memperhatikan catatan
dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi yang menyatakan bahwa tim kesehatan haji
Indonesia tidak memiliki tim promotif dan preventif, dan dikuatkan dengan
beberapa fakta setiap tahunnya bahwa banyak jemaah haji Indonesia yang sakit.
Sebagian besar jemaah haji tersebut dirujuk ke KKHI dalam kondisi kritis atau
dalam fase lanjut/eksaserbasi akut berat.
Untuk mencegah kejadian tersebut
prinsip lima level pencegahan (five level of prevention) harus dilaksanakan,
yang terdiri dari :
1.
Promosi
kesehatan (health Promotion)
2.
Pelindungan
khusus (Spesific Protection)
3.
Diagnosis
dini dan pengobatan (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
4.
Pembatasan
kecacatan (Disability Limitation)
5.
Rehabilitasi
(Rehabilitation).
Dalam melaksanakan kegiatannya TPP
berperan pada promosi kesehatan dengan bentuk kegiatan penyuluhan, perlindungan
khusus seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan penemuan kasus secara
dini. Kegiatan promotif dan preventif ini dapat dilakukan dengan strategi
dakwah kesehatan haji yaitu sebuah agar jemaah haji dapat lebih memahami dan
termotivasi untuk melaksanakan anjuran-anjuran kesehatan yang disampaikan. Pola
kerja TPP akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing daerah
kerja.
Peran TPP diharapkan dapat
memperkecil insiden penyakit kronis eksaserbasi akut dan atau penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh faktor risiko baik faktor risiko eksternal (sosial,
budaya, suhu yang ekstrim, kelembaban rendah, dan debu) maupun internal
(penyakit bawaan, jenis kelamin, perilaku jemaah danpenyakit menular lainnya
yang sangat membahayakan keselamatan jemaah haji). Selain itu TPP dibentuk
untuk menguatkan kegiatan promotif preventif kesehatan yang dilakukan oleh Tim Kesehatan Haji
Indonesia (TKHI).
2)
Untuk
melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan Jamaah Haji
Untuk melakukan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan Jemaah haji, Kementerian Kesehatan menyiapkan petugas kesehatan
haji yang dikelompokkan dalam PPIH Kloter sebagai tenaga Kesehatan Haji
Indonesia. Setiap kloter tenaga kesehatannya terdiri dari 1 orang dokter dan 2
orang perawat.Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Arab Saudi) Bidang
Kesehatan yang terdiri dariadi Tim Promotif Preventif (TPP), Tim Kuratif
Rehabilitatif (TKR), Tim Gerak Cepat (TGC) dan Tim Kesehatan Lainnya (TKL).
3)
Pelaksanaan
Kegiatan
a.
Strategi
Kegiatan
· Koordinasi
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim
Promotif Preventif (TPP) berkoordinasi dengan TKHI, petugas kloter lainnya,
PPIH kesehatan (TGC, TKR, TMB), PPIH non kesehatan (linjam, Bimbad dan Ka
Sektor), dan Kementerian Kesehatan Arab Saudi.
· Pembagian Tim Promotif dan Proventif
Untuk mempermudah pelaksanaan
kegiatan Tim Promotif Preventif kepada jemaah haji, TPP dibagi menjadi beberapa
tim yang jumlahnya disesuaikan dengan sumber Daya Kesehatan (SDK) yang tersedia.
Di setiap tim ada minimal 1 orang tenaga medis/paramedis terkait fungsi TPP
dalam penemuan kasus (early diagnosis and prompt treatment)
Pembagian wilayah kerja TPP
berdasarkan pola pergerakan Jemaah haji dengan lokasi kerja :
a)
Madinah
terdiri dari 5 sektor,
b)
Mekkah
terdiri dari 11 sektor,
c)
Bandara
terdiri dari 2 Bandara (AMAA Madinah dan KAA Jeddah)
Dalam melaksanakan kegiatan, TPP
memiliki penanggung jawab di masing-masing lokasi kerja dan sektor.
· Pelaksanan kegiatan berdasarkan prioritas:
a)
Kegiatan
Promosi Kesehatan (Health Promotion) sebagai proses pemberdayaan jamaah haji
untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan secara langsung atau dengan menggunakan media KIE. Materi
penyuluhan yang diberikan yang terkait dengan informasi tentang pentingnya
menjaga kesehatan jamaah haji baik melalui pemahaman pendekatan agama maupun
dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu kegiatan promosi kesehatan melalui
dakwah kesehatan dengan menambahkan penjelasan dari ayatayat Al Quran, Hadits
dan itjtima’ ulama (Fatwa ulama) misalnya :
- QS An Nissa ayat 29 berkaitan dengan mendzolimi/menyakiti
diri sendiri
- QS Al Maidah ayat 86 berkaitan kebersihan diri,
- QS Ali Imran ayat 97 berkaitan dengan Istithaah,
- QS Al Arafayat 31 berkaitan dengan pola makan sehat,
- QS Ali Imran ayat 133 berkaitan manajemen stress
Kegiatan Promosi Kesehatan (Health
Promotion) berupa penyuluhan kesehatan, baik di bandara, pondokan, bis, dan
pelataran masjid. Selain penyuluhan, TPP juga mendistribusikan media KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) berupa poster, banner, leaflet, rekaman,
dan video di pondokan, bis sholawat, dan semua media sosial yang bisa
dimanfaatkan seperti youtube, whatsapp group (WAG) jemaah, WAG TKHI, dll.
Materi informasi pentingnya menjaga kesehatan jamaah haji berupa materi tentang
pengendalian penyakit kronis dan penyakit menular (termasuk di dalamnya diare,
Mers-CoV), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD), Dehidrasi, Kewaspadaan Heat Stroke, Pencegahan Kelelahan (Fatique)
dan Pengendalian Stress.
b)
Kegiatan
Perlindungan Spesifik (Spesific Protection), merupakan upaya pencegahan
terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan pada Jemaah haji. Kegiatan yang
dilakukan TPP ini bertujuan untuk mengingatkan dan memastikan Jemaah Haji
selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) ketika berada di luar pondokan dan
selalu membawa tas kecil untuk tempat sandal saat memasuki masjid agar
sandalnya tidak hilang, yang dapat menyebabkan kaki melepuh kepanasan karena
tidak memakai sandal. Apabila ditemukan Jemaah haji yang tidak memakai APD
(masker dan sandal) maka TPP akan memberikan langsung ke Jemaah haji tersebut.
c)
Kegiatan
deteksi dini dan pengobatan yang tepat (Early diagnostic and Prompt Treatment)
sebagai upaya tindakan pencegahan pada Jemaah haji yang memiliki resiko dan
segera memberikan tindakan awal sehingga tidak menjadi parah. Kegiatan Early Diagnostic and Prompt Treatment yang
dilakukan berupa deteksi dini Jemaah haji yang sakit, memberi pertolongan
pertama yang dibutuhkan, dan membantu apabila ada jemaah haji yang harus
dirujuk berkoordinasi dengan TKHI kloter, TGC, dan TKR.
- Pemeriksaan Berkala Calon Jamaah
Haji
1.
Tahap
Pertama
Pemeriksaan dilakukan sebelum calon
jamaah mendapatkan nomor porsi. Pelaksananya adalah tim penyelenggara kesehatan
haji kabupaten/kota. Pada tahap pertama ini, semua hasil diagnosis akan dibagi
ke dalam dua kategori. Calon jamaah dengan risiko kesehatan tinggi (risti) dan
calon jamaah tidak dengan risiko kesehatan tinggi (non-risti). Selanjutnya
calon jamaah akan diberikan program pembinaan kesehatan selama masa tunggu.
Pembinaan kesehatan bertujuan agar calon jamaah haji dapat meningkatkan ataupun
menjaga kesehatannya jelang pemeriksaan tahap dua yang akan menentukan kelaikan
atau istithaah.
2.
Tahap
Kedua
Pemeriksaan yang dilakukan paling
lambat tiga bulan sebelum keberangkatan ini adalah tahap penetapan istithaah
kesehatan itu sendiri. Wewenang pelaksanaanya masih pada penyelenggara
kesehatan haji kabupaten/kota.
Hasil pemeriksaan ini akan membagi
status calon jamaah menjadi empat kategori :
1.
Memenuhi
syarat istithaah kesehatan jemaah haji;
2.
Memenuhi
syarat istithaah kesehatan jemaah haji dengan pendampingan;
3.
Tidak
memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji sementara;
4. Tidak memenuhi syarat istithaah
kesehatan jemaah haji.
Hanya calon jamaah kategori 1, 2,
dan 3 yang akan diberikan kesempatan melakukan pelunasan, surat panggilan masuk
asrama (SPMA), dan vaksin meningitis. Artinya jamaah kategori 4 tidak istithaah
dan tidak diberangkatkan ke Arab Saudi.
3.
Tahap
Ketiga
Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga
dilakukan untuk menetapkan status kesehatan calon jemaah haji laik atau tidak
laik terbang merujuk kepada standar keselamatan penerbangan internasional
dan/atau peraturan kesehatan internasional. Hanya calon jamaah haji yang laik
terbang yang akan diberangkatkan ke Tanah Suci. Penetapan kelaikan calon jamaah
ini akan dilakukan oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi
bidang Kesehatan.
-
Jamaah Haji Ketika Pulang Ketika Sampai di Tanah Air
Pemeriksaan kesehatan dilakukan
selama 21 hari, terhitung dari hari pertama tiba di tanah air. Para jamaah haji
diwajibkan memeriksakan kondisinya di layanan kesehatan terdekat seperti
puskesmas atau klinik. Mereka akan dilengkapi dengan buku saku kesehatan haji.
Ketentuan itu diterapkan untuk memantau kesehatan para jamaah setelah melaksanakan
ibadah haji di tanah suci. Langkah tersebut sekaligus untuk melakukan deteksi
dini bilamana ada jamaah yang terifeksi dua virus MERS atau Ebola.
Selain upaya tersebut, Kemenkes juga telah memasang scanner thermal di seluruh bandara pemberangkatan (embarkasi) dan kepulangan (debarkasi) jamaah haji. Poster dan pamflet terkait dua virus mematikan itu disiapkan dalam tas-tas jamaah yang akan terbang ke Saudi. Vaksin dan obat ebola maupun MERS belum ditemukan. Jadi jamaah haji dihimbau untuk berperilaku hidup bersih, makan-makanan bergizi, dan senantiasa memakai masker. Dengan demikian, daya tahan tubuh pun akan terjaga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun 2015, jemaah haji yang
berangkat ke tanah suci sebanyak 2235 orang. Dari data tersebut menunjukkan
adanya perbedaan jumlah jemaah pada pemeriksaan tahap satu dan dua. Hal ini
dikarenakan beberapa jemaah haji melakukan pemeriksaan di daerah lain. Beberapa
faktor risiko bagi kesehatan jemaah haji seperti jenis kelamin didominasi oleh
jemaah haji perempuan dengan persentase 53% dan usia jemaah haji paling banyak
adalah golongan usia 50-59 tahun sebanyak 830 orang. Namun, golongan usia 60
tahun atau lebih menjadi fokus perhatian karena rentan mengalami masalah
kesehatan dan paling banyak terjadi kematian. Disorders of lipoprotein metabolism seperti hiperkolesterol menjadi
penyakit paling banyak diderita dengan 467 orang. Dari pemeriksaan ini juga
diperoleh status jemaah haji paling banyak adalah observasi. Jemaah haji
observasi adalah jemaah yang mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan
alat dan atau obat.
Program yang digunakan untuk
mengolah data adalah Sistem Komputer Terpadu Kesehatan Haji (SISKOHATKES) yang
dilakukan secara online. Data sebagai input
(masukan) surveilans kesehatan haji adalah sumber daya manusia yang terdiri
dari tenaga fungsional yang ada di puskesmas, sumber dana surveilans kesehatan
haji berasal dari APBD, sarana dan bahan (material)
menggunakan SISKOHATKES, metode berupa pemeriksaan kesehatan awal dan lanjutan,
data jemaah haji bersumber dari departemen agama yang diperoleh dari
SISKOHATKES.
Informasi yang dihasilkan oleh
surveilans kesehatan haji di Dinas Kesehatan Kota berupa seluruh jamaah haji
yang berangkat sudah sesuai dengan cakupan yang seharusnya yaitu harus terekam
100%. Output dari surveilans kesehatan haji adalah diseminasi informasi yang
berupa laporan dan umpan balik ke puskesmas pada akhir musim haji melalui rapat
bulanan. Informasi didesiminasikan ke puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi, dan pihak-pihak
terkait seperti Kantor Kesehatan Pelabuhan Wilayah Surabaya. Informasi
surveilans haji dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pencegahan penularan penyakit
menular baik dari Arab Saudi maupun dari jemaah haji asal negara lain.
3.2 Saran
Puskesmas diharapkan mampu
memfasilitasi jemaah haji dengan membuat pengembangan media informasi agar
jemaah haji dapat melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan mudah.
Bagi tenaga kesehatan di puskesmas juga diharapkan dapat meningkatkan pendekatan
dan melakukan pengawasan kepada jemaah haji yang sudah lanjut usia untuk selalu
melakukan pemeriksaan kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan
RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2009.
Istiqomah, I. N., Abdillah, A. and
Azizah, L. (2018) ‘Upaya Peningkatan Pengetahuan Tentang Pencegahan Heat Stroke
Pada Calon Jamaah Haji’, Jurnal Pengabdian Masyarakat Kesehatan, 4(1). 11–14.
doi: 10.33023/jpm.v4i1.140.
Jayanti, K. D. (2017) ‘Pelaksanaan
Sistem Surveilans Kesehatan Haji Di Dinas Kesehatan Kota Surabaya’, Ikesma, 13(2). doi:
10.19184/ikesma.v13i2.7031.
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
1215/MENKES/SK/XI/2001 TENTANG PEDOMAN KESEHATAN MATRA. Jakarta: 2001.
Purwanto, Soni. 2016. Indeks Rawat
Inap di Arab Saudi Jemaah Haji Embarkasi Surabaya dengan Hipertensi. Tesis
Komentar
Posting Komentar