SURVEILANS PENYAKIT MENULAR "Sistem Pelaksanaan Surveilans Penyakit Diare di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya"

 

SURVEILANS PENYAKIT MENULAR

Sistem Pelaksanaan Surveilans Penyakit Diare di Puskesmas Tambakrejo

Kota Surabaya

Gambar dari : http://fikes.unsoed.ac.id/wp-content/uploads/2021/03/gambar-surveilans.jpg



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, yang dapat menularkan kepada orang lain yang sehat. Biasanya, sebagian besar dari penyakit menular yang ada di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian vaksin dan juga tidak lupa untuk selalu menerapkan pola hidup yang sehat. Walaupun penyakit menular kadangkala bukan termasuk penyakit yang kronis, namun hal tersebut bukan berarti membuat kita untuk mengabaikannya. Justru karena bukan termasuk penyakit kronis, maka sudah seharusnya kita semua mencegahnya agar tidak terjangkit sehingga tubuh dapat selalu sehat.

Penyakit-penyakit menular yang ada di Indonesia sangat beragam. Bahkan dapat dikatakan macamnya tidak sedikit. Adapun penyakit menular yang sering kita temui di Indonesia, antara lain : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, Tuberkulosis (TB), Demam Berdarah Dengue (DBD), difteri, dan lain sebagainya. Dalam penulisan makalah “Sistem Pelaksanaan Surveilans Penyakit Diare di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya”, sengaja mengangkat topik salah satu penyakit menular, yakni diare.

Berbicara mengenai diare, tentunya bukan hal asing lagi bagi kita semua. Diare itu sendiri adalah sebuah penyakit yang menyebabkan penderitanya sering buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari. Dari seringnya intensitas BAB penderita, apabila tidak segera mendapatkan penanganan khusus maka dapat dipastikan penderita akan mengalami komplikasi-komplikasi, diantaranya yaitu dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh, renjatan hipovolemik, kerusakan organ bahkan sampai koma.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa diare merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya angka kesakitan dan kematian anak nomor dua di dunia. Di Indonesia sendiri, diare dikenal sebagai penyakit endemis. Tidak jarang ditemukan diare di Indonesia, salah satunya yaitu di Surabaya. Dari tahun 2014 hingga 2018 prevalensi diare di Surabaya yang naik turun tidak menentu, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan agar angka kasus diare dapat ditekan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah dalam penulisan karya tulis ini dapat dirumuskan, sebagai berikut :

1.   Apa definisi penyakit menular dan diare?

2.   Apa saja faktor-faktor penyebab dan risiko diare?

3.   Bagaimana cara pencegahan diare?

2.   Bagaimana kejadian diare di Kota Surabaya?

3.   Bagaimana sistem surveilans diare di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya?

4.   Apa sajakah masalah-masalah yang terkait dengan sistem surveilans diare di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut.

1.   Untuk mengetahui definisi dari penyakit menular dan diare.

2.   Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dan risiko dari diare.

3.   Untuk mengetahui cara-cara dalam pencegahan diare.

4.   Untuk mengetahui angka prevalensi diare di Kota Surabaya.

5.   Untuk mengetahui sistem surveilans yang dijalankan di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya.

6.   Untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem surveilans diare di Puskesmas Tambakrejo di Kota Surabaya.

1.4 Manfaat

 Penulisan ini ditulis dengan harapan agar dapat :

1.   Menambah pemahaman mengenai penyakit menular, khususnya diare.

2.   Menambah pemahaman mengenai angka prevalensi surveilans tentang diare yang ada di Kota Surabaya.

3.   Menambah pemahaman mengenai sistem surveilans tentang diare yang dilaksanakan di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya.

4.   Menambah pemahaman mengenai upaya-upaya pencegahan terjadinya penyakit menular, khususnya diare.

5.   Membangun kesadaran pembaca akan pentingnya melakukan pencegahan terhadap penyakit menular, khususnya diare.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1    Penyakit Menular

Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara bekembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. (Widoyo, 2011:3).

Salah satu penyakit menular adalah diare. Penyakit diare dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan masyarakat, gizi kependudukan, pendidikan yang meliputi pengetahuan, dan keadaan sosial ekonomi. Sementara itu penyebab dari penyakit diare itu sendiri antara lain virus yaitu Rotavirus (40-60%), bakteri Escherichia coli (20-30%), shigella sp. (1-2%) dan parasite Entamoeba hystolitica (<1%). Diare dapat terjadi karena hygiene dan sanitasi yang buruk, malnutrisi, lingkungan padat dan sumber daya medis yang buruk (Widyono, 2008).                   

2.2    Diare

2.2.1   Definisi Diare

Diare merupakan salah satu penyakit menular yang angka kesakitan dan kematiannya relative tinggi. Diare adalah berak-berak lembek sampai cair (mencret), bahkan dapat berupa cair saja, yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) yang ditandai dengan gejala dehidrasi, demam, mual dan muntah, anorexia, lemah, pucat, keratin abdominal, mata cekung, mebran mukosa kering, pengeluaran urin menurun, dan lain sebagainya (nazek, 2007; chang, 2008).

 

 

Diare dibagi menjadi tiga yaitu :

1.   Diare akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.

2.   Diare kronik yaitu diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Diare kronik sering juga dibagi menjadi : (1) Diare persisten (diare yang disebabkan oleh infeksi) (2) Protracted diare (diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan frekuensi 4x atau lebih per hari) (3) Diare intraktabel (diare yang timbul berulang kali dalam waktu singkat misalnya 1-3 bulan) (4) Prolonged diare (diare yang berlangsung lebih dari 7 hari) dan (5) Chronic non specific diarrhea (diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai dengan gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorpsi).

3.   Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.

2.2.2   Faktor Penyebab Diare

1.   Faktor anak

Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia anak, pemberian ASI, status gizi dan  status imunisasi campak

2.   Faktor ibu

Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu usia ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan diare.

 

 

3.   Faktor lingkungan

Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur, kotoran dan mulut, untuk mengatur kemampuan penularan penyakit selain tergantung jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga tergantung dari kemampuan lingkungan untuk menghidupinya serta mengembangkan kuman penyakit diare, sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare merupakan hasil dari hubungan antara faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau carrier), faktor lingkungan antara lain ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK) dan kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.

4.   Faktor sosial ekonomi masyarakat

Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang rentan menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, oleh karena itu faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

a.    Pendidikan

Faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan untuk melanjutkan pendidikan yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap pengetahuan individu.

b.   Pekerjaan

Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Menurut Priyono tahun 2014 pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencarian.

5.     Faktor perilaku

Faktor perilaku antara lain : (1) Tidak memberikan ASI eksklusif, memberikan makanan pendamping/MPASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman (2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare (3) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah buang air besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak serta penyimpanan makanan yang tidak higienis. Beberapa kondisi dapat menyebabkan seseorang mengalami diare,  umumnya adalah infeksi virus pada usus besar.

2.2.3     Pencegahan Diare

Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara:

a.    Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima waktu penting: 1) Sebelum makan. 2) Sesudah buang air besar (BAB). 3) Sebelum menyentuh balita anda. 4) Setelah membersihkan balita anda setelah buang air besar. 5) Sebelum proses menyajikan makan untuk siapapun.

b.   Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah melalui proses pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak terlebih dahulu, proses klorinasi.

c.    Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya ditempatkan ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan anda tidak dicemari oleh serangan (lalat, kecoa, kutu, dll).

d.   Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya, sebaiknya anda menggunakan WC/jamban yang bertangki septik atau memiliki sepiteng (Ihramsulthan.com, 2010).

2.3    Surveilans

2.3.1   Surveilans Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.14 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.

Menurut WHO (2006), surveilans merupakan kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif. Sementara itu, (German, 2001) mendefinisikan surveilans kesehatan masyarakat sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.

Surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis dan berkesinambungan, analisis dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. Informasi hasil surveilans digunakan untuk perencanaan. penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi), dan program kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, surveilans merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya (Noor, 2008).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa surveilans merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data mengenai informasi terjadinya penyakit atau masalah kesehatan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan untuk diambil tindakan pengendalian dan penanggulangan yang tepat.

2.3.2   Penyelenggaraan Kegiatan Surveilans Kesehatan

Surveilans Kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan. Surveilans Kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus mampu memberikan gambaran epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen penyakit, dan lingkungan yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang. Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan lingkungan mempunyai peranan dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.14 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, Kegiatan Surveilans Kesehatan meliputi:

1.   Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif serta jenis datanya dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Untuk metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu yang dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan.

2.   Pengolahan data

Sebelum pengolahan data, dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang. Setelah itu, selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Setelah diolah, data harus disajikan. Penyajian hasil olahan data ini harus dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang disajikan.

3.   Analisis data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan penarikan kesimpulan yang harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.

4.   Diseminasi informasi

Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.

2.3.3   Surveilans Penyakit Menular

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1479 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu, surveilans epidemiologi penyakit menular merupakan analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk upaya pemberantasan penyakit menular.

2.3.4   Surveilans Diare

Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Surveilans ini dilakukan untuk mengetahui situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya di semua jenjang pelayanan.

Penyelenggaraan surveilans diare dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.14 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.  Penyelenggaraan surveilans diare ini meliputi:

1.   Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari dari laporan rutin oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP (LB), SPRS (RL), STP dan rekapitulasi diare. Karena diare termasuk penyakit yang dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan (W2). Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari (register) penderita diare yang datang ke sarana kesehatan, posyandu atau kader agar dapat dideteksi tanda-tanda akan terjadinya KLB/wabah sehingga dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya. Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas RR/Diare di Puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat kabupaten / kota melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap bulan. Petugas/pengelola diare kabupaten/kota membuat rekapitulasi dari masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat provinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat provinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke pusat (Subdit Diare, Kecacingan & ISPL) dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare.

 

a.    Laporan KLB/wabah

Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:

1)   Kronologi terjadinya KLB

2)   Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya

3)   Keadaan epidemiologis penderita

4)   Hasil penyelidikan yang telah dilakukan

5)   Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut

b.   Pengumpulan data melalui studi kasus

Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya pada pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk mengetahui “baseline data” sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang akan datang.

2.   Pengolahan, analisis dan interpretasi

Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis ini sebaiknya dilakukan berjenjang dari puskesmas hingga pusat, sehingga kalau terdapat permasalahan segera dapat diketahui dan diambil tindakan pemecahannya.

3.   Penyebarluasan hasil interpretasi

Hasil analisis dan interpretasi terhadap data yang telah dikumpulkan, diumpan balikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan di daerah (Kecamatan hingga Dinkes Provinsi) untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan penanganannya

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Kejadian Penyakit Diare di Kota Surabaya

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang berpotensi untuk menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diikuti kematian. Pengendalian penyakit diare bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait (Dinkes Kota Surabaya, 2018).

Menurut data yang dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya sampai tahun 2018, kejadian diare tertinggi ada pada tahun 2010, 2011, dan 2013 yaitu sebanyak 120.008 penderita, 101.318 penderita, dan 95.105 penderita. Pada tahun 2012 angka penderita diare mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2011 yang menjadi 92.072 penderita.  Sejak penurunan kasus pada tahun 2012, angka penderita diare berangsur menurun pada tahun-tahun selanjutnya. Terdapat 86.893 penderita di tahun 2014, 65.447 penderita di tahun 2015, 60.627 penderita di tahun 2016.

Namun, pada tahun 2017 dan 2018, angka penderita meningkat lagi menjadi 76.602 jiwa dan 78.463 jiwa. Hal ini dapat disebabkan oleh data entry yang lebih akurat atau lebih banyak yang diperoleh dari fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik, dan rumah sakit) di dusun/kecamatan dan kelurahan di seluruh Kota Surabaya sedangkan kasus diare yang berkurang pada tahun 2012-2016 dapat disebabkan oleh data entry atau informasi yang tidak akurat dan tidak tercatat.

3.1.1 Diare Balita

Target nasional cakupan pelayanan penderita diare balita yang datang ke sarana kesehatan adalah 20% dari perkiraan jumlah penderita diare balita yang dihitung dengan rumus Insiden Diare Balita dikalikan jumlah balita di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2018). Di bawah ini tertera grafik cakupan pelayanan diare balita yang digunakan sebagai ukuran pencapaian dari pelaksanaan program pengendalian penyakit diare di Kota Surabaya.


Persentase tertinggi dari capaian program pengendalian diare pada balita ada pada tahun 2014 yaitu sebesar 143,39% dan persentase terendah ada pada tahun 2016 sebesar 78,45%. Sedangkan, persentase penyakit diare pada balita dengan kenaikan dan penurunan yang tidak signifikan terjadi pada tahun 2015 (107,36%); tahun 2017 (98,69%); dan tahun 2018 (100,71%). Selanjutnya, pada tahun 2019, jumlah penyakit diare pada balita yang dilayani di sarana kesehatan sebanyak 19.941 jiwa atau 56,40% dari perkiraan diare pada balita di sarana kesehatan.

3.1.2 Diare Semua Umur (Diare SU)

Target nasional cakupan pelayanan penderita diare semua umur yang datang ke sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah diare semua umur yang dihitung dari Insidens Diare SU dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2018).


Pada tahun 2018, jumlah penderita diare semua umur yang dilayani di sarana kesehatan sebanyak 78.463 jiwa atau 100,71% dan terjadi peningkatan pada tahun 2019 yaitu menjadi sebanyak 94.278 jiwa atau 120,56% dari perkiraan jumlah penderita diare di sarana kesehatan. Insidens diare semua umur secara nasional adalah 270/1.000 penduduk (Rapid Survey Diare, 2015).

3.2 Sistem Surveilans Diare di Kota Surabaya

    3.2.1 Input

a.   Sumber Daya Manusia (Man)

Terdapat satu orang petugas surveilans diare di puskesmas, dengan pendidikan D3 Keperawatan yang telah bertugas sejak tahun 1999. Petugas surveilans diare merangkap beberapa tugas, yaitu sebagai perawat di Puskesmas dan Pustu, juga pada program campak dan difteri yang dilaksanakan oleh bagian pengamatan penyakit (surveilans). Kemampuan mengolah dan menganalisis data dengan komputer sangat terbatas.

Pelatihan yang pernah diikuti petugas surveilans adalah pelatihan Disaster Victim Identification (DVI), imunisasi, surveilans PD3I (Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi) dan penanganan kegawatdaruratan. Petugas belum pernah mengikuti pelatihan khusus tentang surveilans diare dan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit).

Agar program diare dapat berjalan secara optimal, peran dari tenaga kesehatan sangat dibutuhkan. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program diare bukan hanya tanggung jawab petugas diare saja tetapi tenaga kesehatan lain juga ikut terlibat. Petugas diare tidak akan mampu mengatasi permasalahan diare tanpa adanya kerjasama/koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya.

Dalam mencegah terjadinya peningkatan kasus diare, petugas diare berperan dalam melakukan penyuluhan dan membuat laporan rutin diare. Penyuluhan dilakukan di puskesmas maupun di luar puskesmas yaitu di posyandu melalui kader posyandu dan di sekolah. Petugas diare juga rutin membuat laporan diare dalam bentuk mingguan (W2) dan bulanan (LB) yang selanjutnya akan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Surabaya.

b.   Dana (Money)

Sumber dana surveilans diare berasal dari APBD dan APBN. Dana dari APBN, dalam bentuk dana Jamkesmas digunakan untuk program diare dalam bentuk penyuluhan diare, kunjungan rumah dan pelatihan kader. Sedangkan untuk logistik diare dalam bentuk obat-obatan, berasal dari dana APBD. Namun, dana untuk kegiatan surveilans diare dalam bentuk pengumpulan data, pengolahan, analisis, dan diseminasi masih belum tersedia.

c.   Sarana dan Bahan (Material)

1)   Bahan

Bahan atau dokumen yang digunakan dalam surveilans diare terdiri dari beberapa dokumen pelaporan. Akan tetapi, dokumen pelaporan masih belum lengkap ditandai dengan tidak adanya dokumen laporan wabah (W1), formulir investigasi penderita diare/kolera, formulir permintaan pemeriksaan spesimen, serta belum dimasukkannya laporan cakupan kesehatan lingkungan sebagai bahan analisis.

1)   Sarana

Sarana yang digunakan dalam kegiatan surveilans diare yaitu satu set komputer yang juga digunakan untuk sistem informasi puskesmas, yang diperoleh dari pengadaan barang dengan dana APBD. Sarana ini telah dianggap cukup untuk melaksanakan kegiatan surveilans. Program yang digunakan untuk mengolah data adalah program aplikasi komputer Microsoft Excel.

Selain itu, terdapat satu jaringan internet yang masih belum dimanfaatkan untuk kegiatan surveilans diare. Alat komunikasi yang digunakan berupa telepon puskesmas dan handphone petugas. Daftar nama dan nomor telepon petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Surabaya ada dan lengkap. Format contact person (CP) kota terdiri dari:

-      Alamat dinas kesehatan

-      Nomor telepon kantor

-      Nama, NIP, dan nomor telepon dari Kepala Seksi P2 dan Pengendalian Wabah,

-      Nama, NIP, dan nomor telepon dari petugas surveilans,

Alat transportasi juga tersedia yaitu berupa mobil Puskesmas Keliling, yang juga digunakan untuk seluruh program kegiatan puskesmas yang membutuhkan.

a.   Metode (Method)

Metode yang digunakan pada program diare di Puskesmas Tambakrejo berdasarkan buku pedoman Standar Pelayanan Kesehatan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada Kejadian Bencana dan Pengungsian dari Depkes RI tahun 2001 serta buku Pedoman Penyusunan Rencana Kontijensi (Contingency Plan) Sektor Kesehatan dari Depkes RI tahun 2001 yang diperbanyak oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2003.

Metode yang digunakan dalam surveilans diare Puskesmas Tambakrejo belum berdasarkan buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare yang dikeluarkan oleh Depkes RI Ditjen PP & PL 2009. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan dana di Puskesmas Tambakrejo untuk pelaksanaan surveilans. Kondisi ini sangat disayangkan karena jika program pengendalian diare dijalankan sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Depkes, harapannya dapat menghasilkan informasi yang efektif dan efisien untuk tindakan penanggulangan.

 

b.   Data (Data)

Data program diare dikumpulkan berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan rutin di puskesmas. Sayangnya, variabel data masih mengutamakan variabel kasus dan belum mempertimbangkan variabel faktor risiko dan determinan dari pemberantasan diare, seperti variabel kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat. Data-data yang dikumpulkan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan laporan.


 

 3.2.2 Proses


             1. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data untuk surveilans diare di Surabaya, dimana kita ambil contoh dari surveilans diare yang diawali pada salah satu puskesmas di Surabaya yaitu Puskesmas Tambakrejo tentunya menggunakan data pasif yaitu data yang didapat dari kunjungan penderita di puskesmas yang dilaporkan secara rutin. Pengumpulan tersebut nantinya akan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan menurut jurnal analisis sistem surveilans di salah satu puskesmas di Surabaya yaitu Puskesmas Tambakrejo menyatakan bahwa pengumpulan dilakukan melalui petugas diare, SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas), petugas STP (Surveilans Terpadu Penyakit) dan petugas P2KPusk (Pelaporan dan Penilaian Kinerja Puskesmas). Karena diare termasuk penyakit yang dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan (W2). Namun, juga diperlukan laporan bulanan (LB3) tentunya dengan data yang lebih lengkap. Maka dari itu, pelaporan data lengkap atau jenis data dengan variabel menyeluruh yang dibutuhkan untuk kebutuhan pelaporan, langsung direkap di buku register diare puskesmas dan Pustu menjadi satu. Sehingga untuk mengisi laporan bulanan nantinya, tidak perlu lagi melihat buku register pengobatan di Poliklinik umum dan MTBS, tetapi cukup dengan buku register diare.

            2. Kompilasi Data

Berdasarkan informasi dan laporan di Puskesmas Tambakrejo Surabaya menyatakan bahwa setelah melakukan pengumpulan data, dilanjutkan dengan pengelompokan data secara manual. Pengelompokan dalam hal ini terbagi menurut tujuan dari sistem surveilans itu sendiri dan karakteristik (ciri khusus) dari masalah kesehatan yang diamati. Tentunya dengan variabel jumlah kasus diare menurut umur, pemakaian oralit dan zink, derajat dehidrasi. Kompilasi data tersebut nantinya dikelompokan juga sesuai dengan waktu jenis pelaporan baik mingguan, bulanan maupun tahunan.

Kompilasi data di puskesmas sendiri memang terkadang banyak sekali permasalahan ketidaklengkapan dalam segala macam kategori baik umur, waktu(per bulan terutama perihal tahunan), cakupan pelayanan yang diberikan (oralit, zink). Jadi, memang sudah seharusnya pengkategorian atau kompilasi data bisa dilakukan dengan baik dan lengkap di puskesmas sebelum diolah atau laporan tersebut diberikan ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

             3. Analisis dan Interpretasi Data

Kemudian setelah melakukan kompilasi data diatas secara manual, dilakukan analisis oleh petugas IT puskesmas melalui komputer. Interpretasi data hasil analisis dilakukan dengan cara melihat kecenderungan atau trend penemuan kasus diare berdasarkan waktu (jumlah kasus tiap bulan) dan tempat (jumlah kasus menurut Kelurahan), cakupan pelayanan (oralit,zink) dengan lebih signifikan sehingga menghasilkan sebuah grafik dari tiap puskesmas dengan pengkategorian lengkap dan mudah dibaca, kemudian dianalisis dan menjadi sebuah informasi dari setiap puskesmas. Analisis dapat dilakukan dengan cara menganalisis hanya satu variabel saja (univariat) atau menghubungkan dua variabel (bivariat). Analisis dan interpretasi sebaiknya tidak dilakukan sendiri oleh seorang petugas surveilans, tetapi secara tim.

1.   Pelaporan

Dalam hal pelaporan rutin surveilans diare di tingkat puskesmas, laporan sudah harus ditutup pada tanggal 25. Laporan yang sudah dibuat oleh semua petugas, dikumpulkan ke petugas sistem informasi puskesmas, kemudian petugas tersebut yang akan mengumpulkan ke Dinkes Kota Surabaya. Laporan mingguan dikirim setiap minggu, sedangkan laporan bulanan dikirim maksimal tanggal 10 bulan berikutnya. Khusus laporan P2KPusk dikumpulkan setiap tiga bulan. Kemudian, petugas/pengelola di Dinas Kesehatan Surabaya membuat rekapitulasi dari masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Provinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi Diare. Dari tingkat Provinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke Pusat (Subdit Diare, Kecacingan & ISPL) dengan menggunakan formulir rekapitulasi Diare. Dan berikut sistematika dari surveilans diare di Puskesmas Tambak Rejo hingga ke Provinsi.



 

3.2.3 Output

1.    Informasi

Informasi yang dihasilkan oleh surveilans diare di Puskesmas Tambakrejo masih sangat terbatas yaitu distribusi kasus diare menurut kelurahan dan trend kasus diare tiap bulan. Dari data yang dimiliki oleh Puskesmas Tambakrejo, masih banyak informasi yang dapat dihasilkan, tetapi data tersebut belum diolah dan dianalisis sehingga informasi yang dihasilkan sangat terbatas.

Informasi yang dapat dihasilkan dari data puskesmas Tambakrejo menurut buku pengendalian diare (Depkes RI, 2009), tetapi belum diolah adalah angka penemuan penderita (Case Detection Rate/CDR), cakupan pelayanan penderita, kualitas pelayanan (angka penggunaan oralit, angka penggunaan RL, angka penggunaan antibiotik), proporsi cakupan pelayanan oleh puskesmas dan kader, proporsi penderita diare balita, proporsi penderita diare menurut derajat dehidrasi, dan rata-rata penggunaan oralit.

2.   Indikator Kinerja

Indikator kinerja surveilans diare yang dihasilkan oleh P2KPusk Puskesmas Tambakrejo adalah cakupan kasus diare yang ditangani 100%, cakupan kepatuhan provider dalam penanganan diare 100%, cakupan kelengkapan sarana penanganan diare 100%, kelengkapan laporan diare 100%, dan ketepatan laporan diare 100%.

Indikator kinerja surveilans diare yang belum dihasilkan oleh Puskesmas Tambakrejo menurut buku pengendalian diare (Depkes RI, 2009) adalah cakupan pelayanan penderita dan kualitas pelayanan penderita (angka penggunaan oralit, angka penggunaan infus/RL, angka penggunaan Zinck).

3.   Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Surabaya dalam bentuk laporan ke Bidang Pengendalian Penyakit dan pertemuan lintas sektor tingkat Kecamatan Simokerto, terdiri dari pihak kantor Kecamatan dan Kelurahan, Dinas Pasar, Dinas Pendidikan, bidan wilayah dan Pustu yang dilakukan bersama dengan program lain di puskesmas sebanyak tiga kali setahun.

Informasi epidemiologi yang dihasilkan dari hasil analisis dan interpretasi dapat dimanfaatkan baik oleh institusi yang melaksanakan surveilans maupun instansi lain di masyarakat (Hidajah dan Hargono, 2008). Diseminasi informasi dapat disampaikan kepada:

1.       Pengelola program penanggulangan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan.

2.       Pemberi (sumber) data. Ini disebut umpan balik. Bentuk umpan balik dapat melalui bulletin, newsletter, kunjungan atau surat untuk corrective action.

3.       Atasan. Informasi ini disebut laporan dan dapat dimanfaatkan untuk perencanaan, melakukan tindakan dan evaluasi program penanggulangan

4.       Lintas program. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh program lain agar dalam melakukan perencanaan, tindakan dan evaluasi program yang dilakukan selalu memperhatikan dan mengacu hasil surveilans.

5.       Lintas sektor. Informasi kepada lintas sektor terkait dengan upaya peningkatan kesehatan masyarakat akan meningkatkan wawasan sektor lain, sehingga diharapkan adanya dukungan politis dan dana dari institusi terkait.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP


4.1 Kesimpulan

Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media, salah satu penyakit menular adalah diare. Diare adalah berak-berak lembek sampai cair (mencret), bahkan dapat berupa cair saja, yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari). Faktor penyebab diare diantaranya yaitu faktor usia anak, faktor ibu, faktor lingkungan, dan faktor sosial ekonomi seperti Pendidikan, pekerjaan, dan perilaku. Untuk mencegah terjadinya diare, kita bisa melakukan cuci tangan dengan benar, mengkonsumsi air bersih, pengolahan sampah dengan baik , dan membuang MCK pada tempatnya.

Di kota Surabaya, kejadian diare selalu melebihi 60.000 kasus. Target nasional cakupan pelayanan penderita diare balita yang datang ke sarana kesehatan adalah 20% dan cakupan pelayanan penderita diare semua umur yang datang ke sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan kasus, dan kota Surabaya dari tahun ke tahun sudah jauh melebihi target tersebut.

Sumber daya manusia yang melakukan sistem surveilans diare di Kota Surabaya yakni satu orang petugas surveilans diare di puskesmas, namun petugas tersebut belum pernah mengikuti pelatihan khusus tentang surveilans diare dan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Sumber dana surveilans diare berasal dari APBD dan APBN. Bahan atau dokumen yang digunakan dalam surveilans diare terdiri dari beberapa dokumen pelaporan, namun dokumen pelaporan tersebut masih belum lengkap. Sarana yang digunakan dalam kegiatan surveilans diare yaitu Alat transportasi juga tersedia yaitu berupa mobil Puskesmas Keliling dan satu set komputer dari dana APBD. Buku pedoman surveilans pada puskesmas Tambakrejo yakni Standar Pelayanan Kesehatan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada Kejadian Bencana dan Pengungsian dari Depkes RI tahun 2001 serta buku Pedoman Penyusunan Rencana Kontijensi (Contingency Plan) Sektor Kesehatan dari Depkes RI tahun 2001, namun metode yang digunakan belum berdasarkan buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare yang dikeluarkan oleh Depkes RI Ditjen PP & PL 2009. Data program diare dikumpulkan berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan rutin di puskesmas, namun masih mengutamakan variable kasus dan belum mempertimbangkan variabel yang lain.

Dalam proses pengumpulan data, Puskesmas Tambakrejo menggunakan data pasif yaitu data yang didapat dari kunjungan penderita di puskesmas yang dilaporkan secara rutin. Setelah melakukan pengumpulan data, dilanjutkan dengan pengelompokan data secara manual. Kemudian dilakukan analisis oleh petugas IT puskesmas melalui komputer. Laporan yang sudah dibuat oleh semua petugas, dikumpulkan ke petugas sistem informasi puskesmas, kemudian petugas tersebut yang akan mengumpulkan ke Dinkes Kota Surabaya. Informasi yang dihasilkan oleh surveilans diare di Puskesmas Tambakrejo masih sangat terbatas yaitu distribusi kasus diare menurut kelurahan dan trend kasus diare tiap bulan. Indikator kinerja surveilans diare yang dihasilkan P2KPusk Puskesmas Tambakrejo ditetapkan 100%, namun ada beberapa indikator kinerja yang belum dihasilkan oleh Puskesmas Tambakrejo menurut buku pengendalian diare. Diseminasi informasi disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Surabaya dalam bentuk laporan ke Bidang Pengendalian Penyakit dan pertemuan lintas sektor tingkat Kecamatan Simokerto, terdiri dari pihak kantor Kecamatan dan Kelurahan, Dinas Pasar, Dinas Pendidikan, bidan wilayah dan Pustu yang dilakukan bersama dengan program lain di puskesmas sebanyak tiga kali setahun.

1.2  Saran

Rekomendasi Untuk Memperbaiki Masalah Sistem Surveilans Diare di Surabaya:

1.   Sumber daya manusia dalam proses input sistem surveilans dan diberikan pelatihan khusus tentang surveilans diare dan MTBS guna sistem surveilans di Kota Surabaya dapat tercapai hasil yang lebih baik dan maksimal.

2.   Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program diare bukan hanya tanggung jawab petugas diare, tetapi tenaga kesehatan lain juga ikut terlibat. Petugas diare tidak akan mampu mengatasi permasalahan diare tanpa adanya kerjasama/koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya.

3.   Petugas diare sebaiknya melakukan penyuluhan dan membuat laporan rutin diare.

4.   Penambahan dana untuk kebutuhan surveilans dilaksanakan agar pelaksanaan surveilans dapat menggunakan metode berdasarkan buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare yang dikeluarkan oleh Depkes RI Ditjen PP & PL 2009, karena jika program pengendalian diare dijalankan sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Depkes, harapannya dapat menghasilkan informasi yang efektif dan efisien untuk tindakan penanggulangan.

5.   Pengumpulan data sebaiknya mempertimbangkan variabel faktor risiko dan determinan dari pemberantasan diare, bukan hanya mengutamakan variable kasus karena hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan laporan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Rohman, H. F., Widyo, S., Heris Siswanto, & Bintoro. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. NurseLine Journal Vol. 1 No. 1, 2540-7937.

German, R. (2001). Recommendations and Reports, Update Guidelines for Evaluating Public Health Surveillance System.

Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Bantul: CV. Absolute Media.

Mafazah, L. (2013). Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu dan kejadian diare. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2), 167-173.

Mars Wijayanti, S. P., Octaviana, D., & Anandari, D. (2018). Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis untuk Meningkatkan Sistem Surveilans Penyakit Menular di Kabupaten Banyumas. ABDIMAS Vol. 22 No. 2, 221-226.

Noor, N. N. (2008). Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Pemerintah Indonesia. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1479 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. (2014 ). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.14 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Rasmaniar, & dkk. (2020). Surveilans Kesehatan Masyarakat. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Rukmini, & Syahrul, F. (2011). Analisis Sistem Surveilans Diare Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 14 No. 2, 136–145.

 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH || Amsal dalam Al-Qur’an

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN “ PELAKSANAAN SURVEILANS PENGAWASAN AIR BERSIH DAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM HIDAYAH PURWOKERTO”

MAKALAH || Manusia, Moralitas, dan Hukum